Rapat Paripurna DPR-RI pada hari Selasa kemarin (11/7/2023) akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) Kesehatan. Meski mendapat penolakan dari 5 organisasi profesi termasuk PPNI, RUU tersebut tetap berproses untuk dilegislasikan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui laman resminya pada Selasa kemarin menyebut bahwa UU Kesehatan ini memperbaiki beberapa hal. Yakni :
1. Fokus pada pencegahan
Pemerintah dan DPR-RI setuju tentang pentingnya layanan primer yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif berdasarkan siklus hidup. Standarisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia menjadi penting dalam mendekatkan layanan kesehatan kepada masyarakat.
2. Kemudahan akses layanan kesehatan
Pemerintah dan DPR-RI sepakat bahwa pelayanan kesehatan rujukan perlu diperkuat melalui pemenuhan infrastruktur SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan nasional berstandar internasional. Tujuannya adalah untuk memastikan akses yang mudah bagi masyarakat.
3. Penguatan industri kesehatan dan ketahanan sistem kesehatan
Pemerintah dan DPR-RI setuju untuk memperkuat ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir. Prioritas diberikan pada penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, serta memberikan insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi di dalam negeri. Selain itu, diperlukan penguatan kesiapsiagaan pra-bencana dan penanggulangan secara terkoordinasi dengan memobilisasi tenaga kesehatan saat terjadi bencana.
4. Pembiayaan yang efisien dan transparan
Pemerintah dan DPR-RI setuju untuk menerapkan penganggaran berbasis kinerja yang mengacu pada program kesehatan nasional. Hal ini akan memastikan penggunaan dana yang efektif dan transparan sesuai dengan rencana induk bidang kesehatan yang menjadi pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah.
5. Penguatan tenaga kesehatan
Pemerintah dan DPR-RI sepakat untuk mempercepat produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis melalui pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit. Selain itu, proses perizinan dalam bidang kesehatan perlu disederhanakan untuk mempercepat pelayanan. Tenaga medis dan tenaga kesehatan juga perlu dilindungi secara khusus dalam menjalankan tugas mereka.
6. Integrasi sistem informasi kesehatan dan pemanfaatan teknologi
Pemerintah dan DPR-RI setuju untuk mengintegrasikan berbagai sistem informasi kesehatan menjadi sistem informasi kesehatan nasional. Hal ini akan memudahkan akses data kesehatan individu tanpa mengurangi perlindungan data pribadi. Selain itu, diperlukan akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis, termasuk pelayanan kedokteran presisi.
Kemenkes menyebut bahwa RUU Kesehatan ini merupakan langkah penting dalam transformasi sektor kesehatan. "Langkah ini diperlukan untuk membangun sistem kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif," demikian pernyataan tertulis mereka.
Baca Juga :
- Sudah Ketok Palu, RUU Kesehatan Resmi Menjadi Undang-Undang
- Tolak RUU Kesehatan, Ketum PPNI : Ini Mengancam Peran Perawat
Protes untuk RUU Kesehatan
Sebanyak dua fraksi DPR-RI menyatakan tidak setuju kepada pengesahan RUU Kesehatan, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perwakilan Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, kepada ANTARA mengatakan mereka menolak lantaran RUU tersebut membuat lebih menghapus mandatory spending untuk anggaran kesehatan.
Mandatory spending sendiri dipandang masih penting dalam menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup. Hal tersebut sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2014.
Sedangkan Netty Prasetiyani, perwakilan Fraksi PKS, mengatakan bahwa proses penyusunan RUU Kesehatan terkesan tergesa-gesa sehingga menjadi preseden yang kurang baik untuk proses legislasi di masa mendatang.
RUU Kesehatan juga mendapat penolakan langsung dari perwakilan lima organisasi profesi kesehatan yakni IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI. Ketua Umum DPP PPNI, Harif Fadhillah, menyebut bahwa RUU Kesehatan ini mengancam rakyat dan peran perawat.
"Omnibus RUU Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi," tegas Harif seperti dilansir oleh situs resmi PPNI, 30 November lalu.
Tak cuma berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat dan tenaga kesehatan atas perlindungan hukum dan keselamatan, Harif menduga RUU Kesehatan ini sarat dengan kepentingan komersial.
"Omnibus RUU Kesehatan mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi, keahlian, dan kualifikasi yang jelas serta tidak memperhatikan kearifan masyarakat nasional di dalam negeri," ujarnya.