Polusi udara menjadi masalah serius di seluruh dunia karena dampaknya pada kesehatan manusia. Polusi udara dikaitkan dengan sejumlah penyakit respirasi yang memiliki prevalensi tinggi.
Menurut data dari Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, ada lima penyakit respirasi yang menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, tuberkulosis, dan asma.
Dari data tersebut, PPOK memiliki jumlah 209 kejadian dengan 3,2 juta kematian, pneumonia 6.300 kejadian dengan 2,6 juta kematian, kanker paru 29 kejadian dengan 1,8 juta kematian, tuberkulosis 109 kejadian dengan 1,2 juta kematian, dan asma 477 kejadian dengan 455 ribu kematian.
Di Indonesia sendiri ada empat penyakit respirasi yang menjadi penyebab utama kematian dan memiliki kasus terbanyak per 100.000 penduduk. Empat penyakit respirasi tersebut adalah PPOK dengan jumlah 145 kejadian dan 78,3 ribu kematian, kanker paru dengan 18 kejadian dan 28,6 ribu kematian, pneumonia dengan 5.900 kejadian dan 52,5 ribu kematian, dan asma dengan 504 kejadian dan 27,6 ribu kematian.
Polusi udara juga memberikan tekanan pada anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara. Data BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi mencapai angka yang signifikan dan memiliki kecenderungan peningkatan tiap tahunnya. Pneumonia menelan biaya sebesar Rp. 8,7 triliun, tuberkulosis Rp. 5,2 triliun, PPOK Rp. 1,8 triliun, asma Rp. 1,4 triliun, dan kanker paru Rp. 766 miliar.
Polusi udara diketahui menjadi salah satu faktor risiko penyakit respirasi dengan tingkat risiko yang cukup tinggi. PPOK memiliki risiko 36,6%, pneumonia 32%, asma 27,95%, kanker paru 12,5%, dan tuberkulosis 12,2%. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilakukan oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah terus mendorong upaya promotif preventif untuk mencegah masyarakat mengalami dampak dari polusi udara. Ada empat faktor risiko penyakit paru yang harus diketahui, yaitu polusi udara, riwayat merokok, infeksi berulang, dan faktor genetik, di mana polusi udara menyumbang 15-30%.
"Upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor. Karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama," ujarnya seperti dilansir oleh laman resmi Kementerian Kesehatan pada Selasa (4/4/2023).
"KIta berharap anak-anak kita, generasi masa depan, tetap dapat menghirup udara segar dan sehat serta anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," imbuh Menkes Budi.
Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yakni Prof. dr. Agus Dwi Susanto menekankan pentingnya pencegahan dalam upaya mengatasi permasalahan polusi udara.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," tegas Prof. Agus.
Ia juga mengatakan pemerintah dan masyarakat harus memahami terkait kualitas udara yang baik untuk kesehatan paru yang lebih baik.