Belakangan, minuman manis sedang ramai dibicarakan di media sosial. Ini tak lepas dari perkara somasi yang dilancarkan salah satu merek kepada pelanggan yang menulis ulasan dengan nada negatif. Tapi, seberapa menakutkan risiko yang manis-manis ini?
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, dr. Maxi Rein Rondonuwu, menyebut bahwa gula menjadi faktor risiko utama untuk gula darah, obesitas dan diabetes melitus. Dengan pola konsumsi yang meningkat, alarm coba dibunyikan oleh Kemenkes.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, dalam jangka waktu 2013 hingga 2018, prevalensi penderita diabetes sebesar 1,5 per mil meningkat menjadi 2 per mil. Gagal ginjal kronis dari 2 per mil jadi 3,8 per mil, kemudian stroke menanjak pesat dari 7 per mil ke 10,9 per mil.
Data International Diebetes Federation (IDF) pada 2021 juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes, yakni 19,47 juta jiwa. Bagi dr. Maxi, alokasi biaya kesehatan yang harus dikeluarkan seseorang pun berisiko meningkat.
"Tentunya ini akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan di Indonesia. Terlebih lima penyebab kematian terbanyak di Indonesia didominasi oleh penyakit tidak menular," jelas dr. Maxi dalam keterangan persnya pada Selasa (29/9/2022).
Yang lebih mengkhawatirkan, 28,7% masyarakat Indonesia mengonsumsi gula melebihi batas anjuran Permenkes No. 30 Tahun 2013 yakni 10% dari total energi (200kkal), atau setara dengan gula 4 sendok makan (50 gram).
Selain itu, sebanyak 61,27% penduduk besuai 3 tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari sekali sehari. Dan 30,22% orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per pekan. Cuma 8,51% yang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan.
Sementara sebanyak 61,27% penduduk usia 3 tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari, dan 30,22% orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu. Sementara hanya 8,51% orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan (Riskesdas, 2018).
Beberapa cara sudah ditempuh pemerintah untuk mengendalikan kadar Gula Garam Lemak (GGL) konsumen. Salah satunya adalah kewajiban para pemilik usaha untuk mencantumkan nilai gizi dalam kandungan minuman-makanan yang mereka jajakan dalam iklan dan promosi. Ini demi menurunkan risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular hasil dari konsumsi gula yang berlebihan.
Masyarakat bisa memulai kontrol GGL di rumah sendiri. Asupannya disebut harus sesusai dengan rekomendasi maksimum yakni 50 gram gula per hari (4 sendok makan), 2 gram garam per hari (1 sendok teh) dan lemak sebanyak 67 gram (5 sendok makan).
"Kita minta masyarakat sadar untuk menjaga kesehatan diri dan keluarganya. Pola asuh yang benar akan mencegah anak anak mengidap penyakit diabetes melitus, hipertensi dan kolesterol di usia dewasa nanti," jelas dr. Maxi.
Perawat bisa berperan aktif untuk kontrol GGL sekaligus pencegahan Penyakit Tak Menular yang timbul dari konsumsi berlebih. Mulai dari menganjurkan pola rekomendasi maksimum kepada pasien, hingga menjelaskan bahaya GGL di atas ambang batas dalam setiap penyuluhan ke masyarakat.