Bulan November diperingati sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara di Indonesia. Penyakit tersebut masih menjadi momok, serta jadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.
Data Globocan tahun 2020, menyebuh bahwa dari total 396.914 kasus kanker baru di Indonesia, sebanyak 16 persennya (68.858 kasus) adaah kanker payudara. Bahkan, jumlah kematiannya pada tahun 2019 disebut mencapai lebih dari 22 ribu jiwa.
"70% dideteksi sudah di tahap lanjut, kalau kita bisa mendeteksi di tahap awal mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,” kata Elvida Sariwati, Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, pada Februari 2022 silam.
Padahal, 43 persen kematian akibat kanker bisa dicegah jika pasien melakukan deteksi dini secara rutin dan menghindari faktor risiko penyebab kanker. Akibatnya, penanganan yang terlambat berujung pada beban biaya perawatan yang membengkak.
Tingginya angka kanker payudara di Indonesia jadi prioritas penanganan pemerintah. Sebuah pandjuan berjudul Strategi Nasional Penanggulangan Kanker Payudara Indonesia mencakup 3 pilar yakni promosi kesehatan, deteksi dini dan tatalaksana kasus. Dua hal yang sedang digalakkan yakni Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADANIS).
Secara rinci, ketiga pilar tersebut menargetkan 80% perempuan usia 30-50 tahun dideteksi dini kanker payudara, 40% kasus didiagnosis pada stage 1 dan 2 dan 90 hari untuk mendapatkan pengobatan.
SADANIS sendiri butuh deteksi dini dengan alat akurat seperti mammogram. Dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini berjanji akan memenuhi persediaannya sebagai
"Kanker lebih baik dideteksi sedari dini jangan dideteksi setelah stadium 3 atau 4. Deteksinya yang paling gampang adalah dengan Sadanis (periksa payudara secara klinis) dan Sadari (periksa payudara sendiri). Tapi kalau yang standar WHO itu harus menggunakan mammogram," ujarnya pada Oktober lalu.
Namun, ketersediaan mammogram di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan Australia dan Thailand. Dari 3 ribu Rumah Sakit, yang memiliki mammogram hanya 200. Karena itu, pemerintah berjanji menyuplai mammogram di seluruh RS selama dua tahun ke depan.
"Dari 514 kabupaten/kota kita, yang punya mammogram di bawah 100 kabupaten/kota. 80% wanita Indonesia tidak bisa dideteksi kanker payudara," ucap Menkes.
"Saya pastikan 2024 sudah punya mammogram di 514 kabupaten/kota. Yang paling penting adalah hidup sehat jangan terkena kanker," tegas Menkes Budi.
Pemenuhan kebutuhan mammogram untuk skrining ini merupakan implementasi dari transformasi kesehatan bidang layanan primer.
Akses layanan terhadap mammogram sendiri diakui menjadi salah satu masalah rumit yang dihadapi. Beberapa provinsi harus gigit jari karena tidak kebagian jatah alat tersebut, sehingga harus berangkat jauh ke luar kota untuk memeriksakan diri. Belum menghitung perempuan dari kelas ekonomi menengah ke bawah.
"Kalau mau kirim untuk dilakukan radio terapi di Indonesia Timur hanya ada di Surabaya dengan masa tunggu yang lama, ini tentu tidak boleh terjadi lagi, pelayanan kemoterapi, radioterapi ataupun imunoterapi ini harus merata" pungkas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengandalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan tidak bekerja sendiri. Sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara juga dibantuk oleh Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI). Mereka berhasil menjangkau lebih dari 150.000 peserta baik secara daring dan luring sepanjang tahun 2016 hingga 2021.
"Sejak tahun 2016-2021, YKPI bekerjasama dengan kabupaten/kota melakukan sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara," kata Linda Agum Gumelar, Ketua YKPI, pada Februari 2022.
"Sampai saat ini sudah 150.000 peserta yang kami anggap sebagai tokoh-tokoh masyarakat yang akan meneruskan ke bawah bahkan beberapa organisasi perempuan sudah memasukan skrining dan deteksi dini kanker payudara sebagai program kerjanya," imbuh perempuan yang juga penyintas kanker payudara itu.
Tak cuma itu, YKPI juga membantu menyediakan mobil mammogram serta aktif melakukan praktek SADARI bagi masyarakat awam dan kader kesehatan.
Kemenkes berharap kolaborasi lintas sektor ini semakin kuat dan ditingkatkan, dalam kerangka penanggulangan kanker payudara di Indonesia. Tujuannya tentu saja agar semakin banyak pasien kanker yang terselamatkan.