Kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta, menjadi pusat pemberitaan pada beberapa hari terakhir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengabarkan bahwa ada tiga orang meninggal pada selama dua bulan terakhir akibat mengonsumsi daging sapi yang mendadak mati dan sudah dikubur.
Kronologi Kasus
Dikutip dari laman resmi Kemenkes pada Jumat (7/7/2023), sejumlah hewan ternak berupa sapi dan kambing milik warga Desa Dukuh Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, mengalami kematian mendadak pada periode Mei hingga Juni 2023. Hewan-hewan tersebut kemudian dipotong dan dibagikan ke warga untuk dikonsumsi.
Salah satu warga berinisial WP, sempat memotong daging hewan yang mendadak mati. Tak lama kemudian ia mengalami sejumlah gejala seperti demam, pusing, batuk, pembengkakan kelenjar dan perut membengkak. Dinas Kesehatan bersama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunung Kidul kemudian mengambil sampel tanah tempat WP memotong hewan untuk diteliti.
Dalam hasil penelitian pada 1 Juni 2023, diketahui bahawa sambel tanah yang diambil mengandung spora antraks. Lalu pada 3 Juni 2023, WP dirujuk ke RSUP Sardjito Sleman untuk mengambil sampel darah dengan diagnosis suspek antraks. Sehari kemudian, 4 Juni 2023, WP meninggal dunia.
Respons Kemenkes
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Imran Pambudi, MPHM, mengungkapkan bahwa Organisasi Pemerintah Daerah dan Satgas One Health Kecamatan Semanu memberikan pengobatan profilaksis kepada populasi yang terpapar untuk mencegah antraks. Saat ini, sebanyak 125 orang di Gunung Kidul telah menerima pengobatan profilaksis, dengan 87 di antaranya dinyatakan seropositif.
Seropositif berarti pasien pernah terpapar antraks, tetapi tanpa gejala klinis. Hal ini disebabkan oleh pembentukan antibodi dalam tubuh mereka.
"Jadi, dari 87 orang yang seropositif, mereka tidak dapat dikategorikan sebagai positif antraks karena tidak memiliki gejala. Oleh karena itu, mereka akan diberikan pengobatan profilaksis," kata dr. Imran dalam konferensi pers daring pada tanggal 6 Juli.
Kemenkes juga mengeluarkan surat edaran kepada Dinas Kesehatan dan fasilitas kesehatan di DI Yogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap antraks pada manusia dan mengantisipasi penyebaran ke daerah lain.
Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Biasanya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, dan domba, yang dapat menular ke manusia.
Bakteri penyebab antraks ini membentuk spora yang sangat tahan terhadap lingkungan dan bahan kimia saat terkena udara. Spora ini dapat bertahan hingga lebih dari 40 tahun di tanah.
Spora antraks dapat menular ke hewan ternak dan manusia melalui konsumsi hewan ternak tersebut atau melalui luka pada tubuh manusia.
Untuk mencegah penularan, perlu waspada terhadap gejala antraks pada hewan ternak. Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, drh. Nuryani Zainuddin, menjelaskan bahwa gejala klinis antraks pada hewan meliputi demam tinggi pada awal infeksi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan kematian.
Gejala lain yang biasa terjadi adalah perdarahan di hidung dan mulut hewan. Beberapa hewan ternak bahkan bisa mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.
"Hewan yang mati akibat penyakit ini harus dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Jangan melakukan bedah atau penyembelihan," ujarnya.
Antraks tidak dapat dibebaskan sepenuhnya, namun hanya dapat dikendalikan karena bakteri ini membentuk spora di lingkungan. Ada beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain melalui vaksinasi, pengendalian pergerakan hewan ternak, dan tindakan penanganan pada hewan terinfeksi.
Secara nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengalokasikan kegiatan pencegahan antraks melalui penyediaan vaksin sebanyak 96 ribu dosis setiap tahun, termasuk tahun 2023.
Terdapat juga kegiatan pengamatan dan identifikasi penyakit antraks melalui surveilans dan pengambilan sampel untuk deteksi dini.
"Kami menyediakan 110 ribu dosis vaksin sebagai stok pusat. Meskipun sudah ada alokasi vaksin sebelumnya untuk wabah penyakit hewan seperti yang terjadi di Gunung Kidul, namun karena ada wabah, perlu diperluas vaksinasi ke daerah-daerah yang masih bebas," ungkap drh. Nuryani.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementan, Syamsul Ma’arif, menyatakan bahwa perannya dalam pencegahan penularan penyakit antraks dari hewan ke manusia dan produk hewan.
Ini dilakukan melalui pembentukan kader zoonosis untuk membangun partisipasi aktif dan tanggung jawab masyarakat dalam kegiatan pengendalian dan penanggulangan zoonosis.
"Tugas kader zoonosis adalah berkomunikasi, memberikan informasi, dan edukasi kepada masyarakat. Melibatkan masyarakat dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis, serta membantu petugas dinas dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis," kata Syamsul.
Saat berita ini dibuat, sudah ada tiga orang meninggal disebabkan oleh antraks. Sementara itu, 87 warga Dukuh Jati juga dikonfirmasi telah terjangkiti bakteri ganas tersebut.