Berbeda dengan apa yang tercantum dalam panduan tata laksana dan manajemen klinis gangguan ginjal akut pada anak yang terbit pada 28 September 2022, Kementerian Kesehatan menemukan fakta baru. Ternyata, penyakit tersebut tidak berkaitan dengan vaksinasi atau infeksi COVID-19.
"Sampai saat ini kejadian gagal ginjal akut tidak ada kaitannya dengan vaksin Covid 19 maupun infeksi COVID-19," ungkap dr. M. Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dalam keterangan pers pada Selasa kemarin (18/10/2022).
Meski begitu, investigasi untuk mencari tahu penyebabnya masih berjalan, dengan menggandeng beberapa pihak seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Saat ini Kemenkes bersama tim tengah melakukan penyelidikan epidemologi kepada masyarakat, tim akan menanyakan berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi maupun penyakit yang pernah di derita 10 hari sebelum masuk RS/sakit," ujar Dr. Syahril.
"Harapannya hasilnya bisa segera kami dapatkan sebagai informasi untuk penanganan selanjutnya," imbuhnya.
Sebagai langkah preventif, Kemenkes telah meminta apotek di seluruh Indonesia agar tidak menjual obat cair atau sirup secara bebas dan/atau bebas terbatas kepada masyarakat sampai hasil investigasi dinyatakan tuntas.
"Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," tutur dr Syahril.
"Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal, red.), atau lainnya," sambungnya.
Dalam dugaan sementara, terdapat pola yang sama dengan apa yang saat ini terjadi di Gambia, yakni 70 anak-anak meninggal akibat gangguan ginjal akut. Otoritas negara di psisir Afrika Barat tersebut melaporkan penyebab penyakit tersebut adalah senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam beberapa obat batuk maupun parasetamol sirup buatan India.
Meski demikian, dugaan tersebut masih butuh penelurusan lebih jauh. Pihak BPOM pun sudah memastikan bahwa obat asal India yang menjadi biang kerok tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia. ED dan DEG sendiri jadi bahan terlarang dalam semua produk obat sirup untuk anak-anak dan orang dewasa.
Namun, senyawa kimia etilen glikol dan dietilen glikol disebut bisa ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol. Dua senyawa itu dipakai sebagai zat pelarut tambahan pada produk obat sirup anak. BPOM juga sudah memastikan kandungan EG dan DEG sebagai cemaran sudah sesuai dengan standar internasional.
"Saat ini Kemenkes bersama tim tengah melakukan penyelidikan epidemologi kepada masyarakat, tim akan menanyakan berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi maupun penyakit yang pernah di derita 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit," papar dr. Syahril.
Sambil menunggu hasil investigasi lanjutan, dr. Syahril sudah meminta fasiltas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus gagal ginjal akut pada anak yang terus meningkat. Saat ini, jumlahnya mencapai 200, dengan angka kematian sudah mencapai 99 jiwa per hari Selasa (18/10/2022).
Orang tua yang memiliki anak berusia antara 0-18 tahun diharapkan aktif melakukan pemantauan umum pada buah hatinya jika memiliki gejala yang mengarah pada gagal ginjal akut. Yakni penurunan volume urine yang dikeluarkan, demam selama 14 hari, gejala ISPA, dan gejala infeksi saluran cerna.
"Gagal ginjal akut pada anak ini juga punya gejala yang khas yakni penurunan volume urin secara tiba-tiba. Bila anak mengalami gejala tersebut, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut," imbau dr. Syahril.