Kasus diabetes pada anak dan remaja mengalami peningkatan signifikan selama satu dekade terakhir. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat bahwa jumlahnya naik hingga 70 kali lipat sejak tahun 2010, dengan jumlah mencapai 1.654 anak dan remaja pada tahun 2023.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menyebut bahwa sekarang sedang mencuat tren diabetes tipe dua yang diderita oleh anak dan remaja. Faktor risiko utamanya adalah konsumsi makanan tak sehat. Padahal, dulunya diabetes tipe dua justru lebih banyak ditemui pada orang-orang berumur.
Di sisi lain, peningkatan juga terjadi cukup signifikan pada diabetes tipe 1 pada anak dan remaja. Dari 3,88 per 100 juta penduduk pada 2000, menjadi 28,19 per 100 juta penduduk di tahun 2010.
"Sekarang yang mengkhawatirkan adalah tren diabetes tipe 2 pada remaja dan anak. Yang harusnya muncul di usia 40 tahun ke atas, ini sudah ditarik lebih prematur lagi ke anak-anak. Jadi anak-anak sekarang sudah banyak yang diabetes tipe 2," ungkapnya seperti dilansir oleh kantor berita ANTARA pada Jumat pekan lalu (3/3/2023).
"Tipe 2 ini ada faktor genetik sedikit, tapi faktor gaya hidup, faktor pola makan itu yang sangat-sangat penting. Nah, pola makan seperti apa? Kalau kita lihat, dasar dari diabetes tipe 2 adalah resisten insulin," imbuh Piprim.
Resisten insulin sendiri merupakan gangguan penyerapan glukosa pada otot dan peningkatan produksi glukosa oleh hati. Penyebab adalah sebab konsumsi makanan yang bersifat manis dan karbohidrat yang tidak terkontrol.
Lebih jauh, gaya hidup konsumsi makanan cepat saji (junk food) menjadi salah satu penyebab anak mengalami diabetes tipe dua. Ini tak lepas dari fakta terkait kandungan gula dan tepungnya yang tinggi.
"70 persen anak diabetes itu obesitas. Hanya 30 persen anak diabetes tipe 2 yang tidak obesitas. Jadi kalau tipe 2 nanti kaitannya dengan obesitas, sindrom metabolik. Tapi tipe 1 biasanya kurus," kata Piprim.
Kaitan meningkatkan diabetes pada anak dan remaja juga erat dengan pola hidup kurang sehat. Sebut saja kurang aktivitas fisik seperti olahraga, obesitas, tekanan darah tinggi, dan gula darah tinggi.
Ia pun mengingatkan bahwa diabetes punya bahaya jangka panjang. Salah satunya yakni mengakibatkan Diabetic retinopathy yang bisa menyebabkan kebutaan. Termasuk pula potensi terkena gagal ginjal kronik, serangan jantung, stroke hingga penyumbatan pembuluh darah di kaki yang berisiko diamputasi.
Piprim menyebut bahwa untuk menurunkan angka diabetes pada anak-anak dan remaja, masyarakat harus kembalu mengonsumsi makanan alami. Mulai dari ikan, telut, ayam, sayuran, tahu, tempe dan lain-lain.
"Ayo kembali ke real food. Kembali ke makanan Indonesia, makanan tradisional kita, makanan nenek moyang kita itu jauh menyehatkan. Kaya protein hewani dan nabati. Tapi anak-anak, balita khususnya, itu hewaninya dulu yang dipenuhi," tegas Piprim.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sendiri pada Oktober 2022 lalu menekankan, diabetes yang tidak tidak terkontrol dalam serta waktu yang lama dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti komplikasi yang mengharuskan pasien melakukan cuci darah sepanjang hidupnya.
“Penyakit gula itu jelek sekali. Kenapa? karena dia ibu dari segala penyakit. Kalau kadar gula tidak terkontrol selama 3-5 tahun itu pasti harus cuci darah, atau kena stroke atau kena jantung,” ujar Menkes seperti dilansir oleh laman resmi Kementerian Kesehatan.
Sebagai contoh, seorang penderita diabetes yang telah mengalami komplikasi gagal ginjal harus melakukan cuci darah sekitar 3 sampai 4 hari per minggu. Dalam sekali cuci darah membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam. Hal ini tentu memengaruhi kualitas hidup, produktivitas serta ekonomi penderitanya.