Sebuah laporan Kemenkes pernah mengatakan bahwa estimasi penderita epilepsi di Indonesia adalah 1,5 juta, dengan prevalesi 0,5-0,6% dari total penduduk. Mereka semua mendapat stigma negatif dari masyarakat, serta kerap dipandang sebelah mata.
Nurhaya Nurdin, adalah salah satu penderitanya, tapi itu tak menghalangi Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar tersebut untuk menebar manfaat kepada masyarakat.
Kak Aya, panggilan akrabnya, juga bergerak di bidang nerspreneur serta mendirikan komunitas dengan misi berusaha mengapus stigma penderita epilepsi. Yuk simak ceritanya!
SfH : Halo, kak. Saat ini aktif pada kegiatan apa saja?
Saat ini fokus lebih banyak jadi dosen Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar, melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Menjadi Konselor Mahasiswa di level Fakultas, masuk ke Tim Pokja Kewirausahaan Unhas, Selain itu juga ibu rumah tangga dengan tiga anak balita. Semuanya sambil tetap mengerjakan hobi di bidang crafting yaitu buka kelas kreativitas di Cravtyclinic dan usaha kuliner di Sambel House.
SfH : Sebagai dosen Fakultas Keperawatan sudah berapa lama, kak? Dan mengampu mata kuliah apa saat ini?
Jadi dosen Fakultas Keperawatan sejak 2008 hingga sekarang. Karena bidang saya itu di Keperawatan Komunitas & Keluarga, jadi saya lebih banyak mengajar di mata kuliah terkait Keperawatan Komunitas & Keluarga, Promosi & Pendidikan Kesehatan, Keperawatan Gerontik, English in Nursing, Psikososial & Budaya dalam Keperawatan, serta Sistem Informasi Keperawatan. Karena saya juga punya ketertarikan ke topik yang related to IT dan Nursing Education. Selain itu juga saya mengajar mata kuliah Bahasa Inggris dan Kewirausahaan. Mungkin karena dilihat saya suka berwirausaha kali, ya.
(Instagram.com/nurhayanurdin)
SfH : Oh iya, kak. Awal mula memulai karier sebagai nerspreneur dari mana?
Tahun 2015 saya mulai membuka Cravtyclinic dengan membuat usaha bros kain handmade yang lagi booming saat itu. Kala itu order lumayan banyak dari kenalan dan alumni. Padahal sebenarnya hanya iseng-iseng saja awalnya membuat bros. Lalu setelah menikah, saya mulai kenal Decoupage (seni menempel kertas bermotif), eh jadi ketagihan karena ternyata menyenangkan.
Saya lalu membuka kelas Decoupage dengan tema tertentu, misal Workshop Decoupage on Bottle, Upcycle Decoupage, dompet Decoupage, clutch Decoupage, hanging wood Decoupage baik private maupun in group. Dari yang awalnya buka kelas sendiri, lama-lama dipanggil oleh berbagai institusi untuk mengajar kelas-kelas besar misal di pertemuan Dharma Wanita, ibu-ibu PKK, workshop di mal Makassar,di Komunitas, di Panti Binaan, dan lain-lain.
Selain usaha kelas kreativitas, saya juga seberanya punya usaha kuliner yaitu Sambel House sejak 2017. Usahanya itu membuat makanan pedas utamanya sambel homemade yang memiliki beberapa tingkat kepedasan. Usaha ini laris manis dan punya pelanggan-pelanggan tetap. Tapi saya harus give up saat hamil anak ketiga di 2020, karena sudah tidak mampu me-manage semuanya, hanya berdua dengan suami.
SfH : Selama jadi nerspreneur, apa saja tantangan yang Kak Aya rasakan?
Kalau saya pribadi tantangan terbesar saya adalah masalah pengaturan waktu dan fokus. Jujur sulit bagi saya untuk membuka kelas kelas kreativitas secara reguler karena juga disibukkan dengan tugas-tugas sebagai dosen dan ibu rumah tangga dengan tiga balita yang sedang lincah-lincahnya.
Selain itu fokus saya kadang suka berubah-ubah. Saya suka belajar dan mencoba hal-hal baru, sehingga akhirnya kalau kata pepatah, tahu banyak namun tidak dalam. Itu kenapa saya lebih memilih untuk membuka kelas kretafitas di @cravtyclinic ketimbang menghasilkan produk Art & Craft untuk dijual. Tentunya kalau kelas-kelas workshop bisa saya kerjakan di saat-saat lowong. Bisa 1-2 kali dalam sebulan.
SfH : Nah, menurut kak Aya, bagaimana peluang seorang perawat untuk menjadi entrepreneur?
Peluang itu sebenarnya ada dan terbuka lebar untuk di-explore, tinggal kitanya yang peka atau tidak melihat peluang tersebut. Dan itu butuh ilmu dan skill. Semenjak terjun masuk dan belajar tentang dunia kewirausahaan, sepertinya sensitivitas untuk melihat peluang usaha itu menjadi sangat tinggi.
Di bidang keperawatan atau kesehatan saja peluangnya sangat besar, apalagi jika melihat keluar dari kedua bidang tersebut. Makanya mahasiswa keperawatan atau seorang Ners juga tetap perlu belajar dunia kewirausahaan jika memang ingin menjadi seorang nerspreneur.
Dengan kita rajin ikut webinar-webinar atau seminar kewiarusahaan selain dapat ilmu juga untuk memperluas jejaring pertemanan dengan orang dari berbagai bidang ilmu dan latar belakang yang menggeluti bidang usaha yang ingin kita jalankan.
SfH : Ada tips gak kak untuk teman-teman yang ingin memulai menjadi nerspreneur?
Pertama coba tanya pada diri sendiri, hal apa yang kamu sukai kerjakan. kalau dikerjakan kita gak merasa capek atau terpaksa. dan enaknya sudah dikerjakan dengan senang hati, eh malah jadi cuan pula. Double happiness, kan?
Tips yang kedua, mulai cari-cari referensi, banyak mencari informasi dan inspirasi. kalau saya inspirasinya itu banyakan dari Instagram & YouTube.
Ketiga, rajin ikut kelas-kelas wirausaha untuk upgrade skill. Banyak bertanya kepada orang-orang yang sudah sukses di bidang itu.
Yang tidak kalah penting yang keempat ini, adalah langsung action. Mulai jalankan usaha tersebut dan perkenalkan ke orang lain, bisa mulai dari orang-orang terdekat dulu. Mulai dengan modal awal yang kalian miliki, kalau butuh agak besar, nabung.
Tapi jangan menunggu sampai harus banyak dulu baru dimulai. Kerjakan sesuai kemampuan modal yang Kita miliki. saya dulu nyicil beli bahan sedikit demi sedikit, lama-lama gak terasa eh sudah lengkap, pelanggan juga sudah mulai lumayan. Dan alhamdulillah keuntungan mulai masuk dan bisa diputar kembali untuk beli bahan-bahan lain untuk workshop dalam skala yang lebih besar.
SfH : Sekarang kita bicara tentang pengalaman menjadi penderita epilepsi. Kak Aya pernah di-bully. Bagaimana menghadapi semua itu?
Saya terdiagnosa ODE (Orang Dengan Epilepsi) di kelas 6 SD, tapi gejala kejangnya sudah mulai muncul sejak kelas 3 SD. Karena pemahaman yang kurang dari teman-teman pada saat itu, saya sering diejek dengan berbagai sebutan yang kurang enak. Misalnya mata bulan lah, Michael Jackson, Chicken Death lah, dan macam-macam sebutan kurang enak lainnya.
Kadang dijauhi dan tidak diikutksertakan saat ada kegiatan karena takut nanti saya kejang. Dulu karena masih kecil jadi taunya cuman bisa nangis, gak ngerti kenapa dijauhi. Tapi, satu hal yang saya syukuri adalah saya tipikal orang yang sosial dan extrovert, jadi meski ada yang menjauhi tapi tetap bergaul dengan teman-teman lain yang mau menerima.
Alhamdulillah-nya juga saya selalu masuk peringkat top 3 besar di setiap tingkat kelas, jadi teman-teman yang butuh contekan atau catatan pelajaran tetap selalu mau dekat-dekat dengan saya. Jadi yang mem-bully saya abaikan karena saya sadar tidak ada gunanya menghadapi orang yang tidak menyukai kita.
Saya hanya selalu berkata dalam hati, "Let's see, suatu hari nanti kalian pasti menyesal menjauhi dan memusuhi saya." Haha, lumayan suka pede seperti itu untuk membesarkan hati saat diejek.
SfH : Bagaimana peran keluarga, kak?
Keluarga adalah salah satu support terbaik yang dimiliki seorang ODE, terutama orangtua dan keluarga terdekat. Setiap saya mendapat ejekan atau di-bully saat berada di luar, orangtua lah yang selalu menangkan. Di SD dulu, saya sering pulang dalam kondisi beruai mata sehabis diejak atau mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan di sekolah. Tapi begitu sampai di rumah, selalu dihibur dan ditenangkan.
Orangtua saya menerima saya apa adanya, bahkan mereka sampai keliling Sulawesi Selatan untuk mencari pengobatan demi kesembuhan saya, hingga akhirnya menemukan penanganan yang tepat di tangan dokter spesialis saraf.
Setelah menikah, suami juga sangat suportif menerima kondisi saya sebagai seorang ODE. Selalu mengingatkan berbagai pantangan yang harus saya hindari agar tidak memicu kejang. Bahkan saat terakhir saya kejang di tahun 2019 sehingga saya harus dirawat di Rumah Sakit, Suami yang terus mendampingi dan merawat dengan telaten.
(Instagram.com/nurhayanurdin)
Setiap ada kegiatan-kegiatan Komunitas Epilepsi Indonesia maupun Kegiatan Komunitas Peduli Epilepsi Makassar, suami saya selalu menemani ke mana-mana. Alhamdulillah, keluarga adalah pendukung utama saya untuk bisa menerima dan berdamai dengan epilepsi hingga hari ini.
SfH : Bagaimana ceritanya sampai kemudian mendirikan Komunitas Epilepsi Indonesia (KEI)? Apa misi yang dibawa?
Dulu, sebelum orangtua saya bertemu dengan Neurolog, mereka tidak paham bahwa kejang berkali-kali yg saya alami adalah gejala epilepsi. Ini dikarenakan informasi tentang epilepsi masih sangat terbatas di masayarakat. terlebih lagi bahwa masih banyak yang menganggap epilepsi adalah aib yang harus disembunyikan.
Tidak banyak Orang Dengan Epilepsi (ODE) mau terbuka dan berbicara tentang kondisinya ke publik. Berangkat dari pemikiran itu, di tahun 2010 saya membuat sebuah grup Facebook yang saya namai Komunitas Epilepsi Indonesia. Tujuannya untuk menjadi sebuah media tempat ODE dan keluarganya berbagai informasi dan pengalaman. Awalnya hanya terdiri dari beberapa orang member yang saya kenal untuk dimasukkan ke sana.
(Instagram.com/nurhayanurdin)
Namun, setahun setelahnya saya mulai membuka gru[ tersebut untuk umum setelah melihat bagaimana grup komunitas epilepsi di Eropa berkembang. Kebetulan saat itu saya sedang kuliah S2 di The University of Sheffield, Inggris, dan mendapat kesempatan berdiskusi dengan salah satu anggota komunitas epilepsi di sana. Dari situ saya pulang ke Indonesia dengan semangat untuk membesarkan grup KEI serta lebih mengedukasi lebih luas masyarakat yang masih kurang awam tentang epilepsi dan lekat dengan berbagai stigma negatif epilepsi.
SfH : Saat ini perkembangan KEI sudah sejauh mana? Dan harapan kedepannya bagaimana, kak?
Hingga hari ini KEI telah memiliki sekitar 12 ribu anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. KEI kalau bisa dibilang adalah group komunitas tebesar khusus epilepsi yang menghimpun ODE, caregiver dan pemerhati epilepsi di Indonesia. Setiap hari ada berbagai postingan dari ODE maupun caregiver yang bertanya dan direspon kembali oleh ODE sendiri maupun caregiver ODE untuk mencerahkan.
Informasi-informasi yang dulu menjadi mitos dan salah persepsi diluruskan di grup ini. Anggota KEI yang ada di tiap provinsi juga sering membuat berbagai acara dalam rangka hari epilepsi sedunia, yang juga sangat membantu dalam mengedukasi masyarakat luas di berbagai daerah.
Semua ini murni adalah gerakan volunteer yang dananya swadaya dari anggota sendiri. Saya juga sangat terbantu sekali dengan hadirnya teman-teman admin yang juga adalah merupakan ODE yang bisa survive dan menjadi inspirasi bagi ODE lainnya. Merekalah yang selama ini sangat membantu saya dalam mengelola group KEI dengan jumlah anggota belasan ribu tadi.
Bahkan salah satu admin KEI, Pak Melky Oktav, berinisiatif membuat sebuah yayasan berpayung hukum dengan nama Yayasan Bhakti Suara Kesembuhan. Tujuannya membantu ODE dan masyarakat yang kurang mampu agar tetap bisa mendapatkan layanan pengobatan maupun kesehatan sesuai kondisinya. Ini sangat membantu sekali bagi teman-teman yang harus tetap mengkonsumsi Obat Anti epilepsi (OAT) tapi memiliki keterbatasan ekonomi.
(Instagram.com/nurhayanurdin)
Semua penggunaan dana dilaporkan secara transparan setiap bulannya di group, sehingga donasi dari para donatur bisa disalurkan secara tepat sasaran kepada teman-teman yang sangat membutuhkan. Harapan saya kedepan, KEI bisa lebih berkembang menghimpun lebih banyak lagi ODE dan caregiver, serta dapat bekerjsama dengan berbagai pihak seperti Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesamas, Sekolah, serta Perguruan Tinggi terkait penyebarluasan informasi epilepsi, kolaborasi penelitian dan pengabdian masyarakat yang terkait epilepsi.
SfH : Wah, semoga harapannya terwujud, kak. Pertanyaan terakhir nih, perempuan di dunia kesehatan rentan dengan stigma. Kak Aya punya pesan untuk para perempuan di dunia kesehatan?
Setiap perempuan berhak merdeka memiliki harapan dan cita-cita. Asah bakat, gali potensi diri, terus belajar untuk menemukan kekuatan besar dalam diri kamu. Jangan biarkan komentar negatif atau stigma menghentikan langkah dan cita-cita. Jadikan itu sebagai lecutan motivasi untuk menjadi pribadi mandiri dan inspiratif. Akan tiba masa di mana kamu akan tersenyum dan berterima kasih pada diri untuk telah menjadi kuat menjalani ini semua.
Nah, itu tadi cerita dari Kak Aya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, jangan lelah menebar manfaat untuk orang lain, serta tetap termotivasi setiap hari!