Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa saat ini terdapat 11.083 fasilitas kesehatan (fasyankes) di seluruh Indonesia yang mampu melakukan skrining HIV.
"Hampir semua puskesmas dan rumah sakit mampu melakukan tes HIV. Jadi semua kasus bisa ditemukan melalui tes, tidak bisa melalui dilihat saja. Harus dites darahnya," kata Anggota Tim Kerja HIV dan PIMS Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Lanny Luhukay, seperti dilansir ANTARA pada Selasa (11/4/2023).
Skrining ini menjadi penting karena orang dengan HIV yang tidak mengetahui kondisinya dapat terus menularkan virus dan mengalami komplikasi kesehatan yang lebih serius di kemudian hari. Ini juga menjadi salah satu upaya Kemenkes untuk mempercepat penemuan kasus-kasus baru HIV.
Melalui program ini, Kemenkes bekerja sama dengan berbagai lembaga dan organisasi di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan pendeteksian HIV, serta memberikan akses pengobatan dan perawatan yang lebih baik bagi orang dengan HIV.
Kemudian upaya percepatan skrining dilakukan juga dengan bantuan komunitas. Skrining juga dilakukan pada donor darah sehingga darah yang digunakan benar-benar aman untuk digunakan.
Lebih jauh, skrining akan dilakukan pada semua pasangan dan anak biologis yang usianya kurang dari 18 tahun. "Ini upaya penemuan kasus secara dini," ungkap dr. Lanny.
Seorang ibu yang terdiagnosa HIV akan diberikan terapi ARV (Antiretroviral) seumur hidup. Dan bayi yang baru lahir seorang ibu berstatus ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) akan diberikan ARV Profilaksis.
Selanjutnya, pada bayi usia 6 hingga 8 pekan, Kemekes akan melakukan penetapan diagnosa yang dikenal dengan Early Infant Diagnosis (EID). Sejauh ini, pengobatan ARV masih menjadi kebijakan pemerintah pada semua kasus HIV yang ditemukan.
Saat ini, ada 4.100 fasilitas pelayanan kesehatan mampu melakukan tes HIV sekaligus memiliki obat-obatan untuk memberi serta melakukan pengobatan ARV.
Lebih jauh, Kemenkes meminta agar masyarakat secara sukarela melakukan skrining HIV/AIDS. Terutama yang melakukan aktivitas yang berisiko menularkan virus HIV. Ini demi target SDGs Indonesia untuk mencapai ending AIDS pada tahun 2030.
"Agar ada partisipasi aktif dari masyarakat untuk secara sukarela melakukan skrining. Siapapun boleh datang ke fasilitas layanan kesehatan untuk melakukan skrining," jelas dr. Lanny.
Saat ini, jumlah ODHA di Indonesia diperkirakan ada 543.100 orang. Sementara pada populasi kunci diperkirakan ada sekitar 5.546.953 ODHA yang meliputi pekerja seks, lelaki homoseks, waria, pengguna narkotika suntik, dan "pelanggan."