Kasus Kenzie, bayi berusia 37 bulan di Depok yang memiliki berat 27 kilogram, menyita perhatian publik sepekan terakhir. Beberapa pihak mulai meneliti penyebab hingga ia mengalami obesitas dan perlu penanganan segera.
Kondisinya memicu permasalahan lain yang bisa dilihat dari tubuh Kenzie. Bentuk kakinya tidak sempurna (membentuk O), hingga perkembangan yang terlambat. Terlebih di usianya saat ini, Kenzie ternyata belum mampu berjalan.
Meski begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menduga bahwa obesitas yang dialami Kenzie disebabkan oleh kondisi genetik langka. Ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Muhammad Syahril, melalui laman resmi Kemenkes pada Minggu (12/3/2023).
Namun, ia menyebut bahwa ini masih bersifat dugaan dan masih butuh hasil pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk menentukan diagnosis pasien. Sembari menunggu hasilnya, Kenzie mendapatkan penanganan dari tim dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, mulai dari dokter Spesialis Anak, Spesialis Gizi, Divisi Penyakit Langka, hingga Spesialis Fisioterapi.
Di sisi lain, yang menjadi tantangan saat ini adalah kepatuhan dari orangtua Kenzie untuk menjalankan saran dari tim dokter, yakni rutin memeriksakan kondisi sang buah hati di Puskesmas setempat.
"Kami akan berupaya semaksimal mungkin dalam menangani kondisi pasien Kenzie, terutama saat ini fisioterapi terus dilakukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan pasien," ujar dr. Syahril.
Berdasarkan penelitian, obesitas pada anak-anak dapat disebabkan oleh kombinasi faktor lingkungan dan faktor genetik, di mana faktor genetik memiliki peran penting dalam memicu kondisi ini.
Studi juga menunjukkan bahwa anak-anak dengan riwayat obesitas dalam keluarga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami obesitas. Selain faktor lingkungan seperti makanan dan pola makan yang berperan dalam memicu obesitas, kesadaran akan faktor genetik juga menjadi penting dalam upaya mencegah dan mengatasi obesitas pada anak-anak di Bekasi.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya pencegahan yang lebih baik dan terintegrasi dari semua pihak untuk membantu menangani masalah obesitas pada Kenzie.
Sementara itu, sebagian pihak mulai menyuarakan pembuatan kebijakan publik untuk menekan angka kasus obesitas di Indonesia. Salah satunya oleh pakar perilaku konsumen dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc.
Dilansir oleh kantor berita ANTARA pada Rabu pekan lalu (8/3/2023), ia mengatakan perlu kebijakan publik yang kuat dalam upaya pengendalian konsumsi gula berlebih pada masyarakat. Terlebih konsumsi gula berlebih adalah salah satu faktor risiko obesitas.
"Yang sangat penting itu sebenarnya kebijakan publik. Kebijakan publik yang membatasi penggunaan gula di dalam berbagai industri pangan. Nah, ini yang menurut saya sangat efektif," kata Ujang.
Dia memberi contoh tentang bagaimana Inggris bisa mengurangi penggunaan gula di dalam produknya dengan memberlakukan sejumlah peraturan. Sedangkan di Indonesia, ia menyebut bahwa kebijakan serupa belum diberlakukan, dan Kemenkes baru mengusulkan pemberlakukan cukai minuman minuman mengandung pemanis.
"Ini sangat penting juga dari sisi makro. Tapi perlawanannya akan sangat tinggi dari industri kalau kena pajak. Sekarang kan sudah banyak pajak. Ini tambah pajak lagi. Tapi itu salah satu, belum tentu tepat untuk konteks kita. Tapi public policy yang sangat kuat," kata Ujang.