Temuan kasus baru gagal ginjal akut di DKI Jakarta pada awal awal tahun ini menjadi alarm bahaya bahwa potensinya merenggut nyawa anak-anak masih tinggi. Tapi, sebagian kalangan menilai bahwa ini adalah bukti bahwa pemerintah dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih lemah dalam hal deteksi dini kesehatan.
Pakar keamanan dan ketahanan kesehatan global Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyebut bahwa deteksi yang lemah akan berujung pada temuan kasus baru lain yang serupa, atau serupa dalam bentuk yang tidak sama. Kian gawat sebab kasus gagal ginjal akut ini menyangkut obat yang diedarkan secara bebas kepada masyarakat.
"Ini alasan klasik dari dulu yang tidak pernah diperbaiki. Artinya, belum ada komitmen yang kuat untuk memperbaiki regulasi. Tidak seperti semangat melakukan revisi atau membuat regulasi baru di sektor lain," ungkap Dicky seperti dilansir kantor berita ANTARA, Selasa (7/2/2023).
Lebih jauh, deteksi yang lemah membuat setiap kasus tak bisa diawasi dengan baik. Dicky menyebut ini berbahaya sebab menjadi potret nyata fenomena kesehatan yang masih terjadi di dalam masyarakat Indonesia.
Dengan adanya deteksi yang lemah, setiap kasus tidak bisa termonitoring dengan baik. Ia menilai hal tersebut sangat berbahaya, sebab satu kasus yang ditemukan bisa menggambarkan seperti apa fenomena gunung es yang sebenarnya ada dalam masyarakat.
Dicky menyebut bahwa ratusan kasus gagal ginjal akut sejak Oktober 2022 harus menjadi momentum perbaikan regulasi kesehatan yang masih lemah. Perbaikan ini juga sebagai bentuk
"Pendekatan kita harus berbasis sains, bukan politik ekonomi karena itu masalah besar. Jika tidak, ini tidak akan menyelesaikan masalah bahkan bisa melahirkan masalah baru," ujarnya.
Dicky pun menyarankan pemerintah untuk segera menetapkan status gagal ginjal akut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Tujuannya agar semua regulasi, penanganan, dan pergerakan dari pusat hingga daerah dapat dilakukan secara serentak dan merata.
Kecurigaan pada Faktor Lain
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati menyebut kasus baru gagal ginjal akut di Jakarta menjadi misteri. Sebab, ternyata obat sirop yang sempat dikaitkan dengan kematian anak berusia satu tahun tersebut dinyatakan aman berdasarkan hasil pemeriksaan sampel oleh BPOM.
"Kasus ini buat saya pribadi masih misteri karena kalau dugaannya disebabkan sirup, dan ternyata itu masih aman maka ada kemungkinan faktor lain yang perlu investigasi lebih lanjut," katanya dalam sesi konferensi pers daring pada hari Rabu (9/2/2023).
Obat sirop merk Praxion yang diteliti memang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), cemaran yang kerap dikaitkan dengan kasus gagal ginjal akut. Tapi jumlahnya sangat kecil dan dinyatakan aman sebab sesuai standar Farmakope.
Alhasil, Zullies meminta Kemenkes dan pihak-pihak terkait untuk segera melakukan investigasi lebih lanjut. Tujuannya untuk mengetahui dan memastikan penyebab kematian balita tersebut
"Disamping kadar EG dan DEG, kadar metabolitnya juga sangat penting untuk diukur," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh analis farmasi Universitas Airlangga, Gunawan Indrayanto menilai investigasi lanjutan dibutuhkan untuk memastikan penyebab kematian balita tersebut.
"Apakah ada kontaminan yang lain ataukah ada yang perlu diteliti lebih lengkap," ujar Gunawan.
Dalam data Kemenkes per 5 Februari 2023, tercatat sudah 326 kasus gagal ginjal akut dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi. Sebanyak 116 kasus diantaranya dinyatakan sudah sembuh.