Dalam pelayanan kesehatan primer, perempuan memainkan peran penting dalam memberikan perawatan dan mempromosikan kesehatan yang langsung mengena pada kelompok masyarakat akar rumput (grassroot). Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Siti Nadia Tarmizi.
"Perempuan itu peranannya sangat penting. Makanya kenapa kita melakukan transformasi layanan primer adalah kita mengupayakan promosi kesehatan, pencegahan, deteksi dini, dan pelayanan kesehatan untuk semua siklus kehidupan," ungkapnya dalam diskusi Women’s Leadership in Public Health di Jakarta, Kamis kemarin (23/3/2023), seperyi dilansir oleh kantor berita ANTARA.
Menurut dr. Siti Nadia, perempuan memiliki kemampuan untuk memberikan perawatan yang ramah dan empatik. Mereka juga lebih cenderung untuk mendengarkan keluhan pasien dan memberikan solusi yang efektif.
Selain itu, perempuan juga memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dapat memberikan layanan kesehatan seksual dan reproduksi kepada pasien. Ini termasuk memberikan informasi tentang kontrasepsi, merawat kehamilan, dan memberikan dukungan untuk persalinan aman.
"Kita semua menyadari bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia dalam hal pencegahan gizi buruk yang dapat menyebabkan stunting, angka kematian ibu dan juga angka kematian bayi," jelas dr. Siti Nadia.
Di sisi lain, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) yakni Aryana Satrya mengatakan peran perempuan di akar rumput sangat penting dalam mendorong kesehatan keluarga.
Berdasarkan data terbaru, jumlah tenaga medis di dunia didominasi oleh perempuan yakni sekitar 70 persen. Kondisi serupa juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Merujuk data Kemenkes tahun 2019, sekitar 70 persen dari 1,2 juta tenaga medis di Indonesia adalah perempuan. Mereka banyak menempati posisi dokter umum, ahli gizi, dokter spesialis anak, perawat, dan bantuan tenaga medis lainnya.
Namun sayangnya, kata Aryana, mayoritas proporsi tenaga kesehatan perempuan yang mampu menempuh jenjang dokter spesialis ternyata lebih sedikit dibandingkan laki-laki, yaitu masing-masing sekitar 12 ribu banding 17 ribu.
Diakui masih ada hambatan bagi perempuan dalam memberikan pelayanan kesehatan primer. Beberapa faktor yang mempengaruhi termasuk diskriminasi gender, akses terbatas ke pendidikan dan pelatihan, serta norma sosial yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, disarankan agar perempuan diberdayakan melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pelayanan kesehatan primer. Hal ini akan membantu mereka memperoleh kepercayaan diri dalam memberikan perawatan dan memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh pasien.
Selain itu, dr. Siti Nadia juga menekankan pentingnya menghapuskan diskriminasi gender dan mengubah norma sosial yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat. Ini akan memungkinkan perempuan untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan primer.
Pemerintah juga berperan dalam meningkatkan akses perempuan ke pendidikan dan pelatihan kesehatan. Program pendidikan dan pelatihan yang dirancang khusus untuk perempuan dapat membantu meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan perawatan dan mempromosikan kesehatan.
Lebih jauh, emerintah dapat mengadakan program dukungan sosial dan ekonomi untuk membantu perempuan mengatasi hambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan primer. Ini dapat termasuk program dukungan anak dan layanan penitipan anak yang terjangkau, serta insentif keuangan untuk perempuan yang ingin mengambil bagian dalam program pendidikan dan pelatihan kesehatan.
Dengan memperkuat peran perempuan dalam pelayanan kesehatan primer, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mempromosikan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.