Pencarian

Ketimpangan Gender di Dunia Kesehatan, Apa Masih Terjadi?

post-title

Ketimpangan gender masih ada di Indonesia, dan itu adalah fakta. Data International Labor Organization pada tahun 2020, pendapatan perempuan masih berkisar 23 persen di bawah laki-laki. Senada dengan laporan dari World Economic Forum di 2021, Gap Inequality Index (GII) Indonesia adalah 0,480. Masih jauh dari angka 1, yang berarti kesetaraan gender sudah dicapai.

Bagaimana dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya? Singapura jadi yang tertinggi di kawasan ASEAN (atau peringkat 12 dunia) yakni 0,065. Disusul Malaysia (0,253), Brunei Darussalam (0,255), Vietnam (0,296), Thailand (0,359), Filipina (0,430), Laos (0,459) dan Myanmar (0,478). Dengan kata lain, Indonesia berada di peringkat 9 dari 10 negara. Jelas ini bukan sesuatu yang menggembirakan.

Lalu kenapa ini bisa terjadi? Aktivis perempuan yakni Sugiarti, dalam webinar “Kesetaraan Gender Sebagai Bagian dari Cita-Cita Pembangunan Berkelanjutan” berlangsung pada Agustus 2021 lalu, menyebutnya sebagai dampak dari stigma bahwa perempuan lebih tidak produktif itu masih mengakar kuat di masyarakat Indonesia. Perempuan terjebak di tengah-tengah seksisme institusi kerja, dan kultur sosial yang menepikan peran di luar gender laki-laki.

Singkatnya, kultur sosial yang tumbuh ini kemudian berujung pada budaya patriarki, di mana peran perempuan hanya mengandung dan mengurus anak. Menurut Sugiarti, kultur sosial ini kemudian ikut ke dalam dunia kerja. Masalah patriarki sendiri sudah jadi masalah negara berkembang. Tapi jika menengok fakta bahwa kesetaraan gender di Malaysia jauh lebih baik ketimbang negara-negara Eropa Timur dan Asia Tengah, tentu saja usaha Indonesia mengikis salah satu polemik sosial tersebut ibarat masih sangat-sangat jauh dari kata selesai.

Lantas bagaimana dengan dunia kesehatan? Upayanya sudah berjalan nyaris dua dekade. Salah satunya adalah lewat Peraturan Menteri Kesehatan No. 1199 Tahun 2004. Berdasarkan poin kesembilan dari Permenkes tersebut, upah seluruh tenaga kesehatan di Indonesia tak dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

Semua mendapat hak gaji dan cuti yang sama. Meski begitu, masih ada perbedaan yang terjadi di lapangan. Entah ini dikarenakan status institusi yang mempekerjakan (swasta atau negeri) dan seperti apa Peraturan Daerah masing-masing mengatur nominal upah bulanan.

Kekhawatiran atas pembagian upah memang sudah dihapus sejak nyaris dua dekade lalu. Kendati demikian, masih ada masalah tersisa, yakni mewujudkan seluruh fasilitas kesehatan sebagai ruang aman untuk perempuan. Banyak kasus yang mencuat tentang bagaimana oknum dokter dan pasien melakukan perbuatan tak menyenangkan tersebut pada para perempuan tenaga kesehatan. Tapi, bukan berarti para laki-laki yang berprofesi sebagai perawat juga bebas sepenuhnya dari potensi mengalami pelecehan.

Saat pelakunya adalah pasien, proses hukum bertindak terbilang cepat. Pelaporan dan proses penindakan tak perlu menunggu waktu lama. Tapi, hal sebaliknya terjadi jika yang menjadi pelaku adalah rekan sejawat, entah sesama tenaga kesehatan atau dokter. Menurut pernyataan Komnas Perempuan di tahun 2021, usaha menyeret oknum nakes atau dokter tersebut kerap buntu lantaran tidak ada ketegasan dari atasan. Alasan umumnya? Ada nama baik institusi yang dijaga. Alhasil, terjadilah pembiaran, atau malah korban justru dikriminalisasi.

Padahal, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) hingga Kode Etik Keperawatan Indonesia sudah sama-sama menegaskan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan wajib memperlakukan rekan sejawat profesi mereka dengan martabat dan rasa hormat yang setara. Beruntung, baru-baru ini Indonesia sudah mengesahkan instrumen hukum baru yakni Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Salah satu cara mengikis ketimpangan adalah dengan cara mewujudkan lingkungan kerja tanpa diskriminasi. Indonesia memang masih menjadi yang terendah di ASEAN untuk gender equality. Tapi, membangun kesadaran dan bertindak dengan kapasitas masing-masing bisa dilakukan. Sekali lagi, kinerja bagus di lingkungan kerja sama sekali tak diukur dengan jenis kelamin.

Twitter