Pencarian

Manajemen Dehisensi Luka Superfisial dengan Hydrocolloid Dressing

post-title

Dehisensi luka merupakan salah satu komplikasi luka pasca operasi yang serius. Ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi penderita berupa infeksi dan perluasan luka yang diikuti oleh penyulit. Penggunaan balutan modern seperti hydrocolloid dressing disinyalir mampu mempercepat penyembuhan luka dengan mempertahankan kelembaban jaringan.

Dehisensi luka (wound dehiscence) adalah komplikasi pasca operasi, di mana sayatan yang dibuat pada saat prosedur operasi terbuka kembali baik sebagian maupun total akibat kegagalan penyembuhan luka.

Dehisensi luka biasanya terjadi antara 5 sampai 8 hari pasca-operasi ketika tahap awal penyembuhan luka. Faktor risiko umum penyebab dehisensi luka antara lain adanya jaringan nekrotik, infeksi, iskemia, riwayat merokok, diabetes, malnutrisi, penggunaan glukokortikoid, dan paparan radiasi pada pasien.

Dehisensi luka superfisial terjadi ketika tepi luka mulai terpisah dan terdapat perdarahan, eksudat atau drainase di lokasi luka. Identifikasi dan manajemen segera penting untuk mencegah memburuknya dehisensi yang dapat menimbulkan infeksi, perluasan luka dan penyulit lainnya. 

Konsep penyembuhan luka dalam kondisi lembab, pemilihan bahan balutan (dressing), dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka yang perlu dipahami.

Prinsip yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat proliferasi sel dan kolagen, sehingga prinsip ini tidak lagi digunakan.

Keberhasilan proses penyembuhan luka tergantung pada upaya mempertahankan lingkungan lembab yang seimbang yang dapat memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen pada jaringan.

Perawatan luka menggunakan prinsip keseimbangan kelembaban (moisture balance) dikenal sebagai metode balut modern (modern dressing). Saat ini, lebih dari 500 jenis pembalut luka modern dilaporkan tersedia untuk menangani pasien dengan luka seperti dehisensi luka salah satunya adalah hydrocolloid dressing.


(Gambar : Jenis hydrocolloid dressing di pasaran.)

Baru-baru ini, inovasi dressing seperti hidrokoloid telah disarankan dan bermanfaat dalam penyembuhan luka karena sifatnya yang antimikroba, mengisolasi, dan impermeabilitasnya. Secara khusus, hydrocolloid dressing (HCD) telah digunakan selama beberapa dekade untuk membantu penyembuhan luka kronis seperti ulkus kaki dan luka tekan.

HCD adalah produk balut luka transparan yang mengandung bahan khusus. Terdiri dari :

1. Lapisan dalam perekat partikel koloid hidrofilik, seperti karboksimetil selulosa, pektin, atau gelatin, untuk menyerap eksudat dan akan membengkak menjadi gumpalan zat seperti gel di atas luka serta memberikan pengaruh lingkungan penyembuhan yang lembab dan isolasi termal, dan

2. Lapisan luar poliuretan bersifat kedap air yang akan mengisolasi dan melindungi luka dari bakteri, serpihan, dan gesekan.

HCD diindikasikan untuk jenis luka yang bersih, tidak terinfeksi, bebas dari kotoran dan debris lainnya, dalam kondisi sedikit atau tanpa drainase, dan ketebalan luka sedang, serta luka yang sebagian sembuh dengan jaringan granulasi yang membutuhkan perlindungan dari trauma permukaan.

Terkait cara aplikasi hydrocolloid dressing, dapat diawali dengan pembersihan area luka dengan larutan saline, keringkan luka dengan kasa bersih, siapkan HCD dengan ukuran 1-2 inci lebih besar dari luka, lepas backing lalu rekatkan pada area luka dengan merapatkannya dari bagian dalam ke luar dan tahan beberapa detik untuk meningkatkan daya rekat. Frekuensi penggantian HCD antar dari 3 hingga 5 hari. Bila eksudat telah tampak muncul di tepian sebelum 3 hari, HCD perlu diganti. 

Perlu dipahami bahwa balut luka jenis ini tidak sesuai untuk semua luka dan tidak boleh digunakan jika terdapat eksudat berat atau infeksi. Kekurangan lain yang dimiliki hydrocolloid dressing yaitu sulit menilai luka tanpa melepas balutan, tepi balutan mudah menggulung, terkadang balutan menempel pada luka dan menyebabkan trauma pada kulit yang rapuh saat dilepas dan balutan dapat menyebabkan maserasi periwound atau hipergranulasi luka.

Namun, HCD menawarkan berbagai kelebihan dalam penyembuhan luka yang jauh lebih menjanjikan yaitu peningkatan kenyamanan, kemudahan, perbaikan subjektif dalam penampilan bekas luka, dan mudahnya instruksi perawatan luka, terutama bila dibandingkan dengan balut luka konvensional.

Dalam penelitian oleh Samantha, et al., mengenai perbandingan penggunaan HCD dengan balut luka konvensional, didapatkan hampir semua pasien (96,8%) menyatakan akan memilih HCD daripada balut luka konvensional dalam perawatan luka. Selain itu, waktu penyembuhan luka sampai reepitelisasi lengkap yang diperlukan relatif lebih singkat yaitu sekitar 11-16 hari.

Hydrocolloid dressing dapat menjadi solusi mengurangi kecemasan dan ketakutan bagi pasien yang mengalami dehisensi luka yang mana perasaan tersebut mempengaruhi tingkat stres dan asupan nutrisi pasien sehingga dapat menyebabkan lebih lamanya penyembuhan luka pada pasien tersebut.


Penulis : dr. Pamela Sandhya De Jaka

Referensi :

Budiawan H, Nugroho C, Inriyana R, Rahayu U, Ibrahim K, Mustari Aji N. Studi Kasus: Observasi Perbaikan Luka Pada Pasien Wound Dehiscence Dengan Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) di Ruang Kemuning C RSUP Dr. Hasan Sadikin. Jurnal Perawat Indonesia. 2021Jun.

Rohani DC. Proses Penyembuhan Luka Dengan hydrocolloid dan foam dressing Pada pasien dengan Ulkus Diabetikum . UPI Repository. 2020.

Rosen RD, Manna B. Dehiscence Luka. [Diperbarui 2022 Mei 8]. Di: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022 Jan

Kartika RW. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing.CDK. 2015; 42 (7)

Cifu DX. Braddom’s physical medicine and Rehabilitation. ScienceDirect. 2021.

Wound Source Team. What is a hydrocolloid dressing?. WoundSource. 2020. Available from: https://www.woundsource.com/blog/what-hydrocolloid-dressing 

Thomas S. Hydrocolloid dressings in the management of acute wounds: A review of the literature. International Wound Journal. 2008;5(5):602–13.

Artikel ini sudah dipublikasikan melalui situs Sejawat Indonesia pada 10 Oktober 2022.

Twitter