Pencarian

Mengulik COVID-19 Varian Pirola, Lebih Berbahaya dari Omicron?

post-title

Belum lama setelah munculnya varian Eris, dunia kembali digegerkan dengan kehadiran varian baru COVID-19. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada Kamis lalu (24/8/2023) melaporkan adanya varian COVID-19 baru yang diberi nama Pirola, dengan kode BA.2.86. Varian ini merupakan "keturunan" dari Omicron BA.2, yang saat ini tidak lagi menjadi varian yang dominan.

Apa yang membuat varian Pirola menjadi perhatian khusus?  Dilansir oleh situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Reuters, kekhawatiran peneliti datang dari tingginya jumlah mutasi pada protein spike-nya.

Berbicara kepada situs EveryDay Health pada 21 Agustus 2023, Jesse Bloom selaku peneliti yang mempelajari evolusi virus di Pusat Kanker Fred Hutchinson di Seattle, mengungkapkan bahwa varian Pirola memiliki lebih dari 30 mutasi pada protein spike-nya. Ini disebut sebagai "lompatan evolusi" yang sebanding dengan kemunculan varian Omicron yang membuat dunia kalang kabut di pengujung tahun 2021.

"Lantaran jumlah spike mutasi yang banyak di varian baru ini, penting buat para ilmuwan memonitor untuk melihat apa varian tersebar lebih luas," ungkap Bloom.

Tingginya jumlah mutasi ini menimbulkan kekhawatiran karena bisa mengindikasikan bahwa varian Pirola mungkin lebih mampu menghindari respons sistem kekebalan tubuh manusia atau bahkan mengalahkannya. Meski begitu, CDC mengingatkan bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami dengan lebih baik dampak yang mungkin ditimbulkan oleh varian ini.

Berbicara kepada CNN, peneliti senior di Statens Serum Institut (SSI) yakni Morten Rasmussen mengatakan varian Pirola memang masih dalam status "varian dalam pemantauan." Tapi jika di kemudian hari terbukti dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah atau memiliki ketahanan terhadap vaksin yang sudah ada, maka statusnya dapat ditingkatkan menjadi "varian dalam perhatian."

Kasus infeksi yang disebabkan oleh varian Pirola telah dilaporkan di beberapa negara, termasuk Denmark, Israel, Amerika Serikat dan Inggris. Di Inggris sendiri, CNN melaporkan bahwa otoritas kesehatan menyebut ada peningkatan 17,4 persen pasien yang dirawat di rumah sakit hingga 12 Agustus 2023. Ini disebut lebih tinggi daripada pekan-pekan sebelumnya.

Hingga saat ini, belum diketahui apakah varian Pirola akan menimbulkan gejala yang berbeda dari varian-varian sebelumnya. Oleh karena itu, penting untuk terus memantau perkembangan dan informasi terbaru terkait varian ini. CDC menegaskan bahwa tindakan pencegahan dan protokol kesehatan yang ada tetap relevan terhadap varian Pirola.

Beberapa gejala COVID-19 yang perlu diwaspadai termasuk hidung meler atau tersumbat, sakit kepala, kelelahan, bersin, sakit tenggorokan, batuk, dan perubahan pada indera penciuman. Sementara itu, hingga berita ini ditulis, Kementerian Kesehatan belum melaporkan kasus pertama COVID-19 varian Pirola di Indonesia.

Twitter