Pemerintah Indonesia telah memasuki tahap sosialisasi untuk mengenalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang telah disusun. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui laman resminya pada Selasa (28/3/2023), UU tersebut dirancang untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia.
Melalui RUU kesehatan, pemerintah ingin dapat memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
"Sejalan dengan Transformasi Sistem Kesehatan pilar pertama RUU Kesehatan akan menciptakan layanan kesehatan yang berfokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit," ujar Wamenkes Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono.
Dalam RUU Kesehatan yang telah disusun, terdapat beberapa hal yang diatur untuk memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, pengaturan biaya kesehatan, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan, dan perlindungan hak-hak pasien.
RUU Kesehatan yang diajukan pemerintah juga mengatur tentang perlunya dukungan pemerintah dalam pengembangan teknologi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan. Selain itu, RUU Kesehatan juga disebut akan menetapkan kriteria dan standar yang jelas bagi penggunaan teknologi kesehatan yang baru dan inovatif.
Pemerintah Indonesia juga akan menetapkan mekanisme yang jelas dalam RUU Kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan dan pekerjaan. Mekanisme ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan yang seringkali memengaruhi kesehatan masyarakat.
Turut diatur pula tentang perlunya kerja sama antara sektor kesehatan dengan sektor lainnya, seperti pendidikan dan lingkungan hidup. Hal ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang kompleks dan multifaktorial dengan melibatkan berbagai pihak.
Selain itu, RUU Kesehatan yang sedang digodok menekankan pentingnya peran masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, RUU ini disebut akan memberikan ruang bagi partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan layanan kesehatan dan pembangunan kesehatan.
"Dengan RUU ini, akan mempermudah pemerintah untuk meningkatkan produksi dokter spesialis dengan membuka kesempatan bagi rumah sakit untuk dapat menyelenggarakan pendidikan spesialis. Selain itu juga adanya penyederhanaan proses penerbitan STR dan SIP tanpa menghilangkan fungsi penjagaan mutu dan kompetensi, dimana Organisasi Profesi juga ikut turut dalam proses tersebut," imbuh Prof. Dante.
Sosialisasi dan proses penyusunan RUU Kesehatan ini disebut telah mendapat banyak masukan, aspirasi dan pertanyaan yang diajukan melalui laman partisipasisehat.kemkes.go.id. Dalam dua pekan terakhir, tercatat sebanyak 79 kegiatan partisipasi publik yang digelar Kementerian kesehatan, diikuti 16.000 peserta baik yang hadir secara luring maupun daring dari 1.200 stakeholder yang diundang.
Diawali dengan Penolakan dari OP
Sebelumnya RUU Kesehatan Omnibus Law mendapat penolakan langsung dari perwakilan lima organisasi profesi kesehatan yakni IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI. Ketua Umum DPP PPNI, Harif Fadhillah, menyebut bahwa RUU Kesehatan ini mengancam rakyat dan peran perawat.
"Omnibus RUU Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi," tegas Harif seperti dilansir oleh situs resmi PPNI, 30 November lalu.
Tak cuma berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat dan tenaga kesehatan atas perlindungan hukum dan keselamatan, Harif menduga RUU Kesehatan ini sarat dengan kepentingan komersial.
"Omnibus RUU Kesehatan mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi, keahlian, dan kualifikasi yang jelas serta tidak memperhatikan kearifan masyarakat nasional di dalam negeri," ujarnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa RUU Kesehatan ini juga mengancam kapasitas profesi kesehatan. Sebab akan mencabut secara otomatis UU Profesi seperti Undang-Undang Keperawatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Padahal itu semua menjadi landasan hukum dalam memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat.
"(Karena itu) PPNI menolak keras diikutsertakannya Undang-Undang Profesi masuk dalam pembahasan Omnibus RUU Kesehatan dan mendesak Badan Legislasi DPR RI untuk mencabut Omnibus RUU Kesehatan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," tegas Harif.
Berbicara tentang UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, ia menyebut peraturan tersebut sudah menjadi landasan kuat pengembangan profesi perawat dari sisi kualitas dan profesionalitas. Selain itu, UU tersebut juga mengatur profesi perawat secara menyeluruh, termasuk pelayanan kepada klien.