Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. Letak geografis di pertemuan tiga lempeng besar dunia, banyaknya gunung api aktif, serta kondisi alam yang kompleks membuat bencana (gempa bumi, tsunami, banjir bandang, hingga erupsi gunung berapi) dapat terjadi kapan saja. Ketika bencana datang, dampaknya tak hanya menimbulkan kerusakan fisik dan materiil, tapi juga korban jiwa serta gangguan psikologis pada masyarakat.
Dalam situasi genting inilah kehadiran perawat menjadi krusial. Profesi perawat tidak hanya bertugas di lingkungan rumah sakit, tapi juga berada di garis depan saat bencana terjadi. Kemampuan adaptasi, keterampilan teknis, serta kepemimpinan yang baik menjadi bagian penting dari kontribusi perawat dalam upaya penyelamatan.
Mengapa Perawat Memegang Peranan Kunci?
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat, sekaligus yang paling banyak terlibat dalam proses penanganan korban. Pada fase tanggap darurat, perawat dituntut untuk bekerja cepat, tepat, dan tetap mempertahankan ketenangan di tengah situasi kacau.
Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat enam aspek utama yang menggambarkan peran perawat dalam penanganan bencana pada fase tanggap darurat.
1. Pencarian dan Penyelamatan Korban
Pada tahap awal, perawat terlibat dalam proses pelokalisasian korban dan memastikan area aman untuk dilakukan evakuasi. Perawat memeriksa kondisi korban secara cepat, memberikan pertolongan pertama yang diperlukan, dan mengarahkan mereka ke pos medis atau tempat aman lainnya. Tugas ini menuntut ketangkasan sekaligus kemampuan mengambil keputusan dalam waktu singkat.
2. Triase : Menentukan Prioritas Penanganan
Triase adalah proses memilah korban berdasarkan tingkat keparahan kondisi. Perawat harus mampu menentukan siapa yang membutuhkan penanganan segera, siapa yang perlu operasi darurat, dan siapa yang dapat menunggu. Ketepatan dalam triase sangat menentukan angka keselamatan korban.
3. Pertolongan Pertama untuk Menyelamatkan Nyawa
Perawat harus memiliki penguasaan penuh terhadap teknik pertolongan pertama, seperti menghentikan perdarahan, membuka jalan napas, melakukan resusitasi jantung paru (RJP), hingga menstabilkan patah tulang. Kecepatan perawat dalam memberikan intervensi menjadi penentu utama peluang korban untuk bertahan hidup.
4. Evakuasi dan Pemindahan Korban
Memindahkan korban bukan sekadar memindahkan tubuh yang terluka. Perawat harus memastikan kondisi pasien stabil, alat bantu yang menempel terpasang aman, serta proses evakuasi dilakukan dengan teknik yang tepat agar cedera tidak bertambah parah.
5. Perawatan di Rumah Sakit
Setelah korban tiba di rumah sakit, perawat berperan dalam mengelola arus pasien agar tidak terjadi penumpukan. Koordinasi antara instalasi gawat darurat, kamar operasi, ICU, dan ruang rawat menjadi penting untuk memastikan setiap pasien mendapatkan penanganan sesuai kebutuhan medisnya.
6. Rapid Health Assessment (Penilaian Kesehatan Cepat)
Ini adalah proses pengumpulan data secara cepat di lokasi bencana untuk mengetahui kebutuhan kesehatan paling mendesak. Informasi ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak pemerintah maupun lembaga kemanusiaan dalam menentukan langkah intervensi.
Peran Perawat di Posko Pengungsian
Tidak hanya di lokasi bencana, perawat juga berkontribusi besar di posko pengungsian. Tugasnya meliputi :
- Melakukan pemeriksaan kesehatan harian,
- Mengatur jadwal konsultasi medis,
- Memantau kebutuhan obat dan makanan,
- Membantu penanganan psikososial, termasuk pada anak-anak dan lansia, dan
- Mengidentifikasi reaksi trauma seperti kecemasan, depresi, atau gangguan tidur.
Perawat juga bekerja sama dengan psikolog atau psikiater untuk memberikan terapi kejiwaan. Ini termasuk terapi bermain bagi anak-anak yang terdampak bencana.
Kepemimpinan Perawat dalam Situasi Darurat
Kondisi bencana membutuhkan sosok pemimpin yang tegas dan mampu memberikan arahan jelas. Pada fase tanggap darurat, gaya kepemimpinan authoritative dinilai paling efektif. Pemimpin harus cepat mengambil keputusan, memberikan instruksi jelas, serta memastikan anggota tim bekerja dengan koordinasi yang baik.
Namun, kepemimpinan tidak selalu datang dari satu orang. Sistem kepemimpinan bersama menjadi penting karena setiap individu memiliki gaya dan kelebihan yang berbeda. Kolaborasi membuat proses penanganan bencana lebih efektif.
Kesimpulan : Teknis, Leadership dan Mental Resilience
Bencana adalah peristiwa yang sulit diprediksi, tapi kesiapan tenaga kesehatan (khususnya perawat) dapat mengurangi dampak buruknya. Perawat memiliki peran vital pada semua fase bencana, terutama pada fase tanggap darurat yang menjadi penentu keselamatan korban.
Kemampuan teknis, kepemimpinan, ketahanan mental, dan kepekaan pada kondisi psikososial masyarakat menjadi bekal utama perawat dalam menghadapi situasi ini. Dengan penguatan kompetensi dan peningkatan kesadaran perawat mengenai manajemen bencana, Indonesia akan memiliki garda depan kesehatan yang lebih siap menghadapi berbagai potensi bencana di masa mendatang.
Referensi :
Putra, A., Juwita, R., Risna, R., Alfiandi, R., Arnita, Y., Iqbal, M., & Ervina, E. (2015). Peran dan kepemimpinan perawat dalam manajemen bencana pada fase tanggap darurat. Idea Nursing Journal, 6(1), 25–31.