Provinsi DKI Jakarta belakangan ini menjadi salah satu yang terburuk di dunia. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada 30 Agustus 2023 pukul 08.00 WIB, Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) sebesar 92,8 mikrogram per meter kubik (μg/m³).
PM 2.5 (partikel berukuran 2.5 mikron) adalah yang paling berbahaya bagi kesehatan karena dapat masuk ke dalam pembuluh alveoli di paru-paru, yang dapat menyebabkan pneumonia. Oleh karena itu, pemantauan PM 2.5 sangat penting karena menjadi penyebab utama beban pembiayaan di BPJS Kesehatan.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomot HK.02.02/C/3628/2023 yang mengenai Penanggulangan Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan. SE yang diterbitkan pada Senin lalu (28/8/2023) ini ditujukan kepada berbagai pihak seperti dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, B/BTKLPP, dan puskesmas.
Dalam surat edaran ini, Kementerian Kesehatan mendorong pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah aktif dalam menangani dampak polusi udara terhadap kesehatan masyarakat. Polusi udara adalah masalah lintas batas yang tidak mengenal waktu, tempat, atau usia, sehingga penanganannya memerlukan kerjasama antara berbagai pihak seperti pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Upaya yang disarankan meliputi :
1. Edukasi masyarakat tentang dampak polusi udara melalui kampanye media terkait berbagai penyakit akut dan kronis yang dapat disebabkan oleh polusi udara.
2. Mendorong masyarakat untuk lebih waspada terhadap peringatan dini berdasarkan pemantauan kualitas udara yang resmi dan real-time.
3. Mendesak pemerintah daerah untuk menerapkan strategi peningkatan kualitas udara dan pengelolaan dampak kesehatan, termasuk penerapan protokol kesehatan, peringatan dini, dan penanganan kasus di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Menyiapkan fasilitas kesehatan dan bekerja sama dengan pihak terkait dalam menangani gangguan kesehatan akibat polusi udara.
5. Mendorong partisipasi aktif masyarakat, terutama yang rentan seperti anak-anak, ibu hamil, orang dengan penyakit penyerta, dan lanjut usia, dalam mengatasi dampak kesehatan polusi udara.
6. Menyediakan masker yang sesuai dengan tingkat polusi udara, terutama masker yang dapat menyaring partikel berukuran PM2,5.
7. Melakukan pemantauan kualitas udara, pencegahan, dan pengendalian peningkatan kasus yang ditemukan serta melaporkan hasilnya kepada Direktur Jenderal P2P melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) melalui berbagai saluran komunikasi yang tersedia.
Dalam menghadapi masalah polusi udara di Indonesia, ada dua langkah yang diambil oleh sektor kesehatan, yaitu pemantauan kualitas udara dan upaya untuk mengurangi risiko dan dampak kesehatan. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menyampaikan hal ini dalam sebuah rapat terbatas di Istana Negara, Senin lalu (28/8/2023).
Kemenkes juga telah menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani penyakit yang disebabkan oleh polusi udara, terutama di wilayah Jabodetabek. Mereka telah berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk merawat pasien yang terkena dampaknya. Untuk penyakit pernafasan, seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), pasien dapat ditangani di puskesmas, sementara yang mengalami pneumonia akan dirujuk untuk rontgen di rumah sakit.
Ada 674 puskesmas yang telah dipersiapkan untuk memeriksa ISPA dengan menggunakan aspirator, dan 66 rumah sakit di Jabodetabek yang telah disiapkan untuk memeriksa pneumonia melalui rontgen. Kemenkes juga telah menyiagakan RSUP Persahabatan sebagai koordinator dalam mendeteksi dan mendiagnosis gejala pneumonia melalui berbagai pemeriksaan darah dan kultur.
Menurut Menkes Budi, polusi udara memiliki dampak serius pada kesehatan dan merupakan penyebab utama penyakit gangguan pernafasan di Indonesia. Polusi udara juga menjadi salah satu faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia.
Polusi udara berdampak besar terhadap penyakit seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), pneumonia, asma, kanker paru, dan tuberkulosis. Sebanyak 37% dari kasus PPOK, 32% dari kasus pneumonia, 28% dari kasus asma, 13% dari kasus kanker paru, dan 12% dari kasus tuberkulosis disebabkan oleh polusi udara.