Pada tanggal 30 Desember 2022 lalu, pemerintah resmi mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia. Ini didasarkan pada positivity rate mingguan nasional yang mencapai 3,35%. Sementara itu, tingkat perawatan pasien di rumah sakit adalah 4,79% dan kematian 2,39%. Semuanya berada di bawah standar WHO.
Selain itu, angka angka reproduksi COVID-19 Indonesia ada di level 0,78. Ini berarti jika ada satu orang yang tertular, maka potensinya untuk menularkan virus ke sekitarnya tidak mencapai satu orang.
"Setelah mengkaji dan mempertimbangkan perkembangan tersebut kurang lebih selama 10 bulan maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam instruksi Mendagri nomor 50 dan 51 Tahun 2022," kata Presiden Joko Widodo dalam pidato yang disiarkan langsung.
Sementara itu, seluruh kabupaten/kota di Indonesia selama Desember 2022 berstatus PPKM level 1. Ini membuat beberapa pemerintah daerah dari jauh hari mengizinkan perayaan malam Tahun Baru secara besar-besaran.
Setelah PPKM dicabut secara nasional, masih ada hal yang menjadi kekhawatiran. Tingkat kewaspadaan masih harus dijaga untuk mengantisipasi gelombang baru. Ini demi menghindari Indonesia bernasib sama dengan China, yang mengalami lonjakan kasus baru COVID-19 setelah melonggarkan pembatasan.
Alhasil, Status Kedaruratan Kesehatan (Kepres 11/12 2020) tetap dipertahankan, mengikuti status PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) dari Badan Kesehatan Dunia WHO.
"Selain itu, meski nantinya PPKM telah dicabut, kewaspadaan terhadap adanya lonjakan kasus harus tetap dijalankan. Masyarakat yang sakit dan dicurigai menderita Covid-19 harus secara sadar untuk memeriksakan dirinya di fasilitas pelayanan kesehatan," tutur Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK) Ardiansyah Bahar kepada SINDONews.com pada 28 Desember 2022, saat rencana pencabutan PPKM mulai mencuat.
"Masyarakat harus menjadi subjek dalam kebijakan transisi ini, bukan hanya sekadar objek," sambung Ardiansyah.
Di sisi lain, pencabutan PPKM bukan berarti COVID-19 sudah menghilang. Ini hanyalah kebijakan untuk memperlancar transisi dari pandemi menuju endemi. Kontrol dini juga mengalami gejala yang dilakukan sendiri oleh masyarakat harus tetap dilakukan.
"Cegah kematian dan long COVID dengan 3 cara: vaksin lengkap sebagai helm, deteksi dini dan kontrol komorbid usia 40 tahun ke atas, karena banyak yang tidak sadar punya komorbid," ujar Kepala Seksi Surveillance, Epidemologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta dr Ngabila Salama, MKM, saat diwawancarai oleh Kumparan.com pada Kamis ini (5/1/2023).
Lebih jauh, vaksinasi masih menjadi pekerjaan utama pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Berdasarkan data yang dirilis pada Rabu kemarin (4/1/2023), lebih dari 64% dari total populasi Indonesia sudah mendapat vaksinasi lengkap yakni dosis satu dan dua. Masih belum mencapai target awal yakni 70%. Tapi, mereka optimis bisa mencapainya pada tahun ini.
Karena itu, Kemenkes masih harus menggalakkan kesadaran vaksinasi. Ini disebut akan membantu meningkatkan imunitas dan masyarakat harus semakin mandiri dalam mencegah penularan, mendeteksi gejala, dan mencari pengobatan.
Lantas apakah masker sudah bisa dilepas saat beraktivitas? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tetap meminta masyarakat untuk mengenakannya saat berada dalam ruangan.
"Pemakaian masker kita anjurkan di ruangan tertutup dan sempit. Sebaiknya tetap dipakai saat di kerumunan. Tetapi sekali lagi ini kita kembalikan ke masyarakat. Kalau masyarakat merasa dia sehat, di udara terbuka seperti ini ya tidak usah," jelasnya dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin kemarin (2/1/2023).
Sekali lagi, meski PPKM sudah dicabut, masyarakat tetap diminta untuk waspada dengan kondisi diri sendiri serta orang di sekitar. Vaksinasi masih krusial, sembari mengenakan masker sebagai bentuk perlindungan.