Kabar mengejutkan datang dari Kabupaten Pidie, Aceh. Satu kasus penyakit Polio tipe 2 dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Sabtu pekan lalu (19/11/2022). Pasien tersebut berusia 7 tahun 2 bulan dengan gejala kelumpuhan pada kaki kari.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu, menjelaskan bahwa sang pasien sudah mengalami demam sejak 6 Oktober, dan baru dibawa untuk perawatan lebih lanjut ke Rumah Sakit Teuku Cik Ditiro Kabupaten Pidie pada 6 Oktober. Kemudian, setelah melalui proses pemeriksaan spesimen pada 21-22 Oktober, pasien tersebut dikonfirmasi menderita Polio tipe 2 pada 7 November.
Meski cuma ditemukan satu kasus, tak berlama-lama melakukan pembiaran. Status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio dan memfokuskan penanganan di Pidie dan sekitarnya. Kemenkes dan Dinkes setempat akan melakukan 2 putaran imunisasi polio tambahan bagi semua anak usia 0-13 tahun di seluruh wilayah Aceh sebanyak 2 putaran mulai 28 November 2022.
Selain itu, sebanyak 415 Kabupaten/Kota di 30 provinsi (termasuk Aceh) dimasukkan dalam status risiko tinggi karena rendahnya imunisasi. Cuma ada empat provinsi yang tak berstatus high risk yakni Bali, DI Yogyakarta, Jambi serta Banten.
Rupanya, Kemenkes mengakui bahwa pemberian imunisasi dasar pada anak-anak memang menurun selama dua tahun terakhir. Bahkan, pasien Polio di Pidie tersebut tidak memiliki riwayat imunisasi, meski tak memiliki riwayat perjalanan dalam negeri.
"Kalau lihat cakupan oral polio virus OPV dan IPV memang seluruh Indonesia rendah terutama saat Pandemi Covid-19," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu, dalam sesi konferensi pers di Jakarta seperti dilansir oleh situs resmi Kemenkes.
Sejumlah langkah penanganan sudah dilakukan terhadap pasien Polio tersebut. "Tapi anak ini saya lihat kondisinya kemarin bisa jalan meskipun tertatih-tatih, cuman tidak ada obat nanti tinggal di fisioterapi untuk mempertahankan masa ototnya," ungkap Maxi.
Lantas dari mana Polio kembali muncul, padahal Indonesia sudah dinyatakan bebas kasus AFP sejak tahun 2014? Menurut Dirjen Maxi, penyelidikan epidemiologi mengerucut pada dua faktor. Pertama adalah cakupan imunisasi dasar yang belum merata, dan kedua adalah perilaku hidup bersih-sehat penduduk masih kurang.
"Masih ada penduduk yang menerapkan BAB terbuka di sungai. Meskipun tersedia toilet, lubang pembuangan langsung mengalir ke sungai, sementara air sungai dipakai sebagai sumber aktivitas penduduk termasuk tempat bermain anak-anak," jelas Dirjen Maxi.
Untuk tindakan di Kabupaten Pidie, Dinkes setempat bersama sejumlah pihak terkait sudah melakukan pelacakan di daerah sekitar tempat tinggal pasien. Tujuannya untuk mencari kasus lumpuh layu, mengambil sampel tinja, memeriksa sampel air, serta survei cepat cakupan imunisasi.
Untuk cakupan lebih luas, Kemenkes akan meminta seluruh nakes (termasuk perawat) dan faskes untuk secara aktif mendeteksi dugaan kasus Polio lain. Selain itu, nakes diminta terus melakukan upaya edukasi demi mengampanyekan pencegahan penularan lebih luas. Mulai dari pentingnya imunisasi rutin bagi anak, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama perilaku BAB di jamban.
Penyakit yang menyerang sistem saraf anak-anak tersebut memang tidak ada obatnya, tapi bsa dicegah dengan imuniasasi polio lengkap serta imunisasi rutin. Termasuk juga BAB di jamban yang sesuai standa, cuci tangan menggunakan sabun, serta menggunakan air yang sudah dimasak untuk makan dan minum.
"Saya menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk segera melengkapi imunisasi rutin bagi anak-anak sesuai jadwal, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat," pungkas Maxi.
Selain Indonesia, ada 15 negara yang juga melaporkan kasus Polio pada tahun 2022. Yakni Yaman, Kongo, Nigeria, Republik Afrika Tengah, Ghana, Somalia, Niger, Chad, Amerika Serikat, Algeria, Mozambik, Eritrea, Togo, dan Ukraina.