Pencarian

Sering Disepelekan, Kemenkes Minta Empat Penyakit Tropis Ini Diwaspadai

post-title

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada 20 jenis Penyakit Tropis yang Terabaikan (Neglected Tropical Diseases, NTDs) alias yang kerap dianggap sepele tapi bisa berdampak fatal. Dan semuanya adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen. Mulai dari virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.

Di Indonesia sendiri ada sejumlah NTDs yang jadi prioritas seperti filariasis (kaki gajah), cacingan, schistosomiasis (bilharzia), kusta, dan frambusia. Untuk filariasis, data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa ada 236 kabupaten/kota di 28 provinsi yang menjadi daerah endemi filariasis. Bahkan, ada hampir 10 ribu kasus berstatus kronis.

"Dari target sebanyak 93, hanya 72 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi pada tahun 2021, dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu, seperti dilansir oleh laman resmi Kemenkes pada Senin (30/1/2023).

Prof. Dr. Taniawati Supali, M.Biomed, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, mengatakan bahwa filariasis susah dideteksi karena tahap awal infeksinya masih belum bergejala.

"Ini yang susah untuk pengobatan tapi pasien bilang masih normal. Gejala awal demam ringan, itu yang menyebabkan mereka tidak sadar, kemudian bengkak, kempes, dan bengkak lagi dan tidak bisa kempes lagi," ucap Prof. Taniawati.

Untuk penyakit cacingan sendiri, terdapat 36,97 juta anak yang mendapatkan POPM sepanjang tahun 2021. Hasil survei evaluasi usai pemberian obat cacing dari tahun 2017 hingga tahun 2021 ternyata ada 66 kabupaten/kota yang memiliki prevalensi cacingan di bawah 5%, dan 26 kabupaten/kota di atas 10%.

Lebih rinci, di Kabupaten Poso dan Sigi di Sulawesi Tengah saja terdapat 28 desa berstatus endemik schistosomiasis. Pihak Kemenkes pun menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.

Berbicara soal kusta, Indonesia sudah mencapai status eliminasi kusta dengan angka prevalensi nasional yakni 0,9 per 10.000 penduduk sejak tahun 2000. Lalu pada 2021 menjadi 0,45 kasus per 10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk.

Prevalence Rate (PR) kusta memang menurun selama satu dekade terakhir. Tapi masih ada pekerjaan lain yakni masih ada 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota belum mencapai status eliminasi kusta pada tahun 2021. Selain itu, masih ada 26 provinsi yang konsisten melaporkan angka cacat kusta tingkat 2 di atas 1 per 1 juta penduduk.

Menurut penjelasan dr. Sri Linuwih, Sp.KK dari RSCM Jakarta, kusta sebenarnya penyakit kulit dan saraf. Utamanya ke saraf dulu baru ke kulit. Ini disebabkan oleh mycobacterium leprae, suatu bakteri yang bersaudara dengan bakteri mycobacterium tuberculosis.

"Penyakit ini menular tapi memiliki daya tular yang rendah memerlukan waktu bulanan hingga taunan. Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas," ungkap dr. Sri.

Selanjutnya, masih ada 79 kabupaten/kota masih endemis frambusia. Jumlah kasus frambusia yang dilaporkan pada tahun 2021 sebanyak 185 kasus sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Masih di tahun yang sama, ada sebanyak 55 kabupaten/kota yang sudah mencapai eradikasi frambusia.

Kemenkes sendiri sedang gencar untuk mengatasi kusta dan frambusia demi mencapai target eliminasi di tingkat kabupaten dan kota pada tahun 2024.

Twitter