Organisasi Kesehatan Dunia WHO mendorong seluruh negara untuk menghentikan penggunaan rokok elektrik dengan perasa atau vape dengan memperlakukannya seperti rokok tembakau. Sebab kedua jenis ini berpotensi mengakibatkan masalah kesehatan, terutama pada remaja.
Saat ini, siudah 34 negara sudah melarang penggunaan vape sejak Juli 2023, termasuk Brazil, Iran, Thailand, dan India. Meskipun begitu, ada beberapa kasus di mana rokok elektrik masih tersedia di pasar gelap.
"Lebih banyak anak usia 13-15 tahun yang menggunakan vape dibandingkan orang dewasa di seluruh wilayah, dibantu dengan pemasaran yang sangat agresif," demikian pernyataan dari pihak WHO seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/12/2023).
"Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin," ungkap Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Ia pun mendesak negara-negara untuk menerapkan tindakan tegas.
Dia mencatat bahwa di beberapa daerah, vape lebih banyak digunakan oleh remaja berusia 13-15 tahun daripada oleh orang dewasa. Larangan terhadap penggunaan vape ini didasarkan pada riset.
Hingga saat ini, memang belum ada bukti yang menunjukkan bahwa vape dapat menjadi alternatif untuk berhenti merokok rokok konvensional. Penggunaan vape dinilai dapat mengakibatkan masalah kesehatan, bahkan mempengaruhi non-perokok untuk kecanduan nikotin, terutama pada anak-anak.
Meskipun sejauh ini tidak ada bukti yang kuat bahwa penggunaan vape atau rokok elektrik dapat mengakibatkan kanker, tapi kebiasaan merokok telah terbukti dapat menyebabkan sekitar 15 jenis kanker yang berbeda. Kendati demikian, risiko kesehatan jangka panjang masih belum sepenuhnya dipahami.
WHO sendiri sudah menegaskan bahwa vape mengandung zat-zat yang diketahui dapat menjadi pemicu kanker, serta menimbulkan risiko terhadap kesehatan jantung, paru-paru, dan berpotensi memengaruhi perkembangan otak pada generasi muda.