Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law mendapat penolakan langsung dari perwakilan lima organisasi profesi kesehatan yakni IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI. Ketua Umum DPP PPNI, Harif Fadhillah, menyebut bahwa RUU Kesehatan ini mengancam rakyat dan peran perawat.
"Omnibus RUU Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi," tegas Harif seperti dilansir oleh situs resmi PPNI, 30 November lalu.
Tak cuma berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat dan tenaga kesehatan atas perlindungan hukum dan keselamatan, Harif menduga RUU Kesehatan ini sarat dengan kepentingan komersial.
"Omnibus RUU Kesehatan mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi, keahlian, dan kualifikasi yang jelas serta tidak memperhatikan kearifan masyarakat nasional di dalam negeri," ujarnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa RUU Kesehatan ini juga mengancam kapasitas profesi kesehatan. Sebab akan mencabut secara otomatis UU Profesi seperti Undang-Undang Keperawatan, Undang-Undang Kebidanan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Padahal itu semua menjadi landasan hukum dalam memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat.
"(Karena itu) PPNI menolak keras diikutsertakannya Undang-Undang Profesi masuk dalam pembahasan Omnibus RUU Kesehatan dan mendesak Badan Legislasi DPR RI untuk mencabut Omnibus RUU Kesehatan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," tegas Harif.
Berbicara tentang UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, ia menyebut peraturan tersebut sudah menjadi landasan kuat pengembangan profesi perawat dari sisi kualitas dan profesionalitas. Selain itu, UU tersebut juga mengatur profesi perawat secara menyeluruh, termasuk pelayanan kepada klien.
Yang digarisbawahi oleh Harif adalah implementasi UU No. 38 tahun 2014 sudah berjalan baik. Sehingga menggantinya dengan RUU Keperawatan dianggap tidak beralasan.
"Sampai hari ini tidak ada masalah dalam Implementasi UU No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan tersebut, baik dari sisi profesi perawat maupun masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan," katanya.
"Dan saat ini juga implementasinya sedang berlangsung secara baik serta berbagai peraturan pelaksanaannya sudah hampir terbit sehingga tidak ada alasan (urgensi) untuk mencabut UU no. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dalam rangka Pembahasan UU Kesehatan (Omnibus Law)," sambung Harif.
Pencabutan UU Keperawatan, yang baru berlaku selama 8 tahun, disebut sebagai salah satu hal krusial dalam menjalankan banyak program di bidang kesehatan yang dicanangkan pemerintah.
"PPNI seluruh Indonesia siap mengkawal penyelamatan UU Keperawatan agar tetap eksis di Indonesia," tutup sosok yang juga Doktor Keperawatan tersebut.
Puluhan anggota kelima organisasi profesi tersebut sudah melakukan aksi demonstrasi penolakan RUU kesehatan Omnibus Law ddi depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada hari Senin lalu (28/11/2022).
Ada empat poin yang menjadi alasan penolakan kelima organisasi profesi itu. Pertama, adalah minimnya transparansi tentang siapa pemlik inisiatif RUU ini. Kedua yakni minimnya perwakilan Organisasi Profesi (OP) yang dilibatkan dalam proses pembahasan RUU.
Poin ketiga yaitu sarat potensi liberisasi dan kapitalisasi sektor kesehatan yang dikhawatirkan akan memangkas hak rakyat sebagai konsumen. Sedang poin terakhir adalah potensi RUU Kesehatan mengabaikan sejumlah keputusan Mahkamah Agung.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menegaskan bahwa belum ada draf resmi RUU Kesehatan Omnibus Law yang bisa dibaca oleh publik.
"Bahwa sampai hari ini memang belum ada draf resmi dari RUU Kesehatan. Kalau yang beredar ya kita juga nggak tau siapa yang mengedarkan, isinya seperti apa, saya secara pribadi juga belum membaca, karena memang tahapannya belum sampai ke sana (draf RUU)," katanya saat menerima perwakilan aliansi organisasi profesi, seperti dilansir situs resmi DPR-RI.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya selalu bersedia mendengar aspirasi dari berbagai pemangku kebijakan, termasuk tenaga kesehatan.
"Kami akan terus mendengarkan aspirasi dari berbagai organisasi termasuk organisasi profesi, termasuk apabila nanti disetujui di paripurna (menjadi RUU), pembahasannya harus komprehensif dan menguntungkan masyarakat banyak," ungkap Charles.