Para dokter dan tenaga medis (termasuk perawat) yang menjalankan tugas pelayanan kesehatan telah diberikan perlindungan lebih lanjut melalui pengesahan UU Kesehatan yang baru-baru ini dilakukan bulan lalu.
Dalam situasi di mana ada dugaan pelanggaran hukum yang terkait dengan pelayanan yang diberikan, proses penegakan hukum akan melibatkan langkah-langkah tambahan. Aparat penegak hukum diwajibkan untuk meminta rekomendasi dari sebuah majelis independen sebelum memulai penyelidikan atau tindakan hukum.
Dr. Sundoyo, Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan, menjelaskan bahwa jika terdapat dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan dokter dan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan, langkah pertama aparat penegak hukum adalah meminta rekomendasi dari majelis independen.
Dilansir oleh situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Senin (21/8/2023), proses ini akan mencakup pemeriksaan dan penilaian dari majelis yang kemudian memberikan rekomendasi mengenai layak atau tidaknya dilakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus tersebut.
Sundoyo memberi contoh bahwa dalam situasi darurat di mana keselamatan pasien menjadi prioritas utama, mungkin diperlukan tindakan yang di luar batas prosedur standar pelayanan. Dia menekankan pentingnya perlindungan hukum dalam konteks ini, di mana tindakan yang diambil mungkin tidak sesuai dengan prosedur rutin tapi dilakukan untuk menyelamatkan pasien.
Saat ini, pemerintah sedang merancang peraturan turunan dari UU Kesehatan, yang akan menetapkan peran dan fungsi dari majelis independen ini. Kemungkinan besar, majelis ini akan menjadi bagian dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI), khususnya untuk tenaga kesehatan non-dokter.
Majelis ini direncanakan akan terdiri dari berbagai anggota yang mewakili berbagai bidang, bukan hanya dokter, tetapi juga tokoh-tokoh masyarakat. Fungsinya akan meliputi penanganan dugaan pelanggaran etika dan disiplin dalam pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk memastikan independensi dalam mengeluarkan rekomendasi dan pengambilan keputusan terkait dengan kasus-kasus yang melibatkan tenaga medis dalam pelayanan kesehatan.
Lantas apa saja bentuk perlindungan yang akan diberikan pada dokter dan nakes?
1. Pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah yang mengarahkan kepada Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan. Pasal ini mengatur bahwa apabila tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan telah dikenai sanksi disiplin dan kemudian ada dugaan terkait tindak pidana, langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum adalah memberikan prioritas pada pendekatan penyelesaian perselisihan melalui mekanisme keadilan restoratif.
2. Pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah, terdapat poin yang berbicara tentang Perlindungan Untuk Peserta Didik. Pasal ini menggariskan bahwa peserta didik yang juga memberikan layanan kesehatan berhak mendapatkan bantuan hukum dalam situasi sengketa medis yang mungkin terjadi selama masa pendidikan.
3. Upaya untuk memberikan Perlindungan Anti-Bullying juga diatur melalui dua pasal. Pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah memfokuskan pada Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memiliki hak untuk menghentikan pelayanan kesehatan jika mereka mengalami perlakuan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, moral, etika, dan budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan intimidasi. Selanjutnya, pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah menjamin peserta didik yang terlibat dalam layanan kesehatan dilindungi dari tindakan kekerasan fisik, mental, dan perundungan.
4. Pasal-pasal yang berkaitan dengan Proteksi Dalam Keadaan Darurat diuraikan dalam pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah. Ini menetapkan bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam upaya Penanggulangan KLB dan Wabah memiliki hak untuk diberikan perlindungan hukum, keamanan, serta jaminan kesehatan dalam menjalankan tugas mereka. Selain itu, pasal 448B DIM pemerintah menjelaskan bahwa aborsi yang dilakukan oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dalam situasi darurat medis atau dalam kasus korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual tidak akan dikenai tindakan pidana.
Di samping perubahan ini, ada juga adopsi pasal-pasal perlindungan hukum yang sudah ada dalam undang-undang saat ini. Sebagai contoh, pasal 282 ayat 1 huruf a menegaskan bahwa Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berhak atas perlindungan hukum selama mereka menjalankan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, prosedur operasional, etika profesi, dan kebutuhan pasien.
Pasal 327 menggariskan penyelesaian perselisihan akibat kesalahan yang melibatkan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan harus dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 141 menjamin perlindungan hukum bagi semua individu dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan layanan kesehatan saat bencana terjadi. Akhirnya, dalam situasi tertentu, pasal 296 ayat 1 memungkinkan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan untuk memberikan layanan di luar batas kewenangannya.