RUU Kesehatan resmi disahkan menjadi UU oleh DPR RI pada 11 Juni lalu. Meski mengundang berbagai kontroversi, ternyata ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang menarik untuk dibahas.
Salah satunya aturan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) perawat yang kini berlaku seumur hidup.
Berikut ini bunyi pasal 260 yang mengatur tentang STR :
(1) Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil atas nama Meteri setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang Kesehatan dan/atau sertifikat profesi; dan
b. memiliki sertifikat kompetensi.
(4) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup.
STR sendiri dinyatakan tidak berlaku dalam tiga kondisi, dan diatur dalam pasal 261. Tiga kondisi tersebut adalah :
1. Yang bersangkutan meninggal dunia;
2. Dinonaktifkan atau dicabut oleh Konsil atas nama Menteri; atau
3. Dicabut berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Drg. Arianti Anaya, MKM, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI, menjelaskan bahwa izin praktek tenaga kesehatan (STR) seumur hidup tidak berarti mengabaikan pemenuhan kompetensi secara berkala. Kekhawatiran tersebut sempat disuarakan oleh para dokter.
"Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktek yang terjadi saat ini," tuturnya seperti dilansir oleh laman resmi Kementerian Kesehatan, 2 April lalu.
"Jadi kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun," imbuh Arianti.
Saat ini, proses perpanjangan STR dan SIP setiap 5 tahun sekali mengharuskan dokter dan tenaga kesehatan (termasuk perawat) untuk melewati tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi, yang terkadang menimbulkan beban dan biaya tambahan bagi mereka.
Dalam rangka menyederhanakan proses perizinan tersebut, Pemerintah melalui RUU Kesehatan mengusulkan agar perpanjangan SIP cukup dilakukan tanpa perlu melibatkan surat rekomendasi dari organisasi profesi (OP), seperti yang berlaku saat ini.
Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan jumlah SKP tertentu yang akan dimasukkan ke dalam sistem informasi yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.
Izin praktik baru akan diterbitkan oleh pemerintah daerah atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) setelah dokter dan tenaga kesehatan memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu dalam sistem informasi tersebut. Proses registrasi dan izin praktik akan terintegrasi dan terhubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Selain itu, pemerintah pusat dan daerah akan bersama-sama menyusun perencanaan kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di setiap daerah sebagai acuan dalam pemberian SIP. Pemberian SIP harus mempertimbangkan distribusi dokter dan tenaga kesehatan.
Pemerintah dan pemangku kebijakan terkait akan mengembangkan standardisasi pembobotan SKP dan akan menyediakan kemudahan akses ke pelatihan atau seminar gratis bagi dokter dan tenaga kesehatan.