Pencarian

Waspada Sindrom Burnout pada Perawat: Penyebab dan Cara Mengatasinya

post-title

Memang benar kalau tidak ada pekerjaan yang lepas dari kemungkinan stres. Tapi, perawat terasa lebih berat secara mental dan fisik. Mereka harus membuat keputusan krusial yang bisa memengaruhi nyawa pasien, dan itu dilakukan beberapa jam. Intensitas waktu kerja memberi beban tambahan.

Kombinasi dari kelelahan mental, fisik dan emosional membuat perawat didera kondisi "burnout syndrome." Kondisi ini berbahaya, seperti yang dijelaskan dalam artikel ilmiah "Nurses' job stress and its impact on quality of life and caring behaviors: a cross-sectional study" yang terbit di jurnal BMC Nursing pada Maret 2022.

Disebutkan bahwa tingkat stres yang tinggi memiliki bisa berdampak negatif pada kualitas hidup dan rasa empati perawat. Alhasil, energi dan efisien kerja akan menurun, dan asuhan keperawatan gagal diberikan secara tepat. "Burnout" juga bisa berujung pada perasaan sinis, putus asa, dan bahkan depresi. Dampak buruk dirasakan langsung oleh pasien.

Anda mungkin mulai merasa terlepas dan terlepas, tanda-tanda peringatan pertama dari kelelahan menyusui. Jika Anda tidak mengatasi situasi ini dengan perawatan diri yang baik, kelelahan keperawatan dapat menyebabkan perasaan sinis, putus asa, dan bahkan depresi.

Berikut ini beberapa hal yang juga mengakumulasikan tingkat "burnout" seorang perawat, antara lain :

1. Butuh keterampilan tingkat tinggi

Tak cuma terampil, perawat juga butuh ketajaman insting untuk mengambil keputusan. Ini adalah pekerjaan yang menguras mental sebab setiap keputusan harus diambil secara tepat, dan tak ada istilah "meralat."

2. Lingkungan kerja menuntut kerja tim

Perawat juga dituntut bekerja dengan dokter dan rekan perawat tanpa halangan. Tapi, masalah komunikasi hingga perselisihan individual tak bisa dihindari. Ini juga bisa berujung pada perasaan stres dan frustrasi.

3. Harus siaga 24 jam

Bekerja dalam shift yang sangat panjang bisa membuat seorang perawat lelah secara fisik dan emosional. Ini membuat mereka kian rentan.

4. Beban emosional yang harus diemban

Rutin berhadapan dengan penyakit, luka, cedera, kematian hingga kesedihan membuat tingkat emosional seorang perawat nasik secara signifikan.

5. Sulitnya komunikasi dengan pasien dan keluarga

Pasien dan/atau keluarganya bisa memberimu kesulitan, atau justru melampiaskan frustrasinya kepada perawat. Alhasil, rasa empati harus dilibatkan, terutama ketika menjelaskan diagnosis serta asuhan keperawatan yang diambil.

Memang terdengar berat, tapi bukannya masalah "burnout" ini tak bisa diatasi. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan perawat untuk mengendalikan tingkat stres di tempat kerja. Yakni :

1. Identifikasi penyebab stres dengan journalling

Ternyata, journalling --mencatat kegiatan sehari-hari-- bisa membantu perawat memahami penyebab stresnya, sekaligus jadi pelampiasan emosional dalam bentuk positif. Perawat bisa memetakan pola stresnya sendiri sebagai strategi dan mitigasi. Mulai dari hari, jam hingga tempat tempat perasaan stres muncul.

2. Luangkan waktu untuk dirimu sendiri

Selalu ambil cuti dan maksimalkan hari libur untuk diri sendiri. Lakukan hal-hal yang membuat hati senang setelah hari-hari kerja yang melelahkan. Mulai dari sekadar rebahan seharian, jalan-jalan bersama pasangan/teman/keluarga, berlibur ke luar kota dan masih banyak lagi. Disarankan pula untuk memprioritaskan yoga, meditasi atau pijat.

3. Hindari bekerja di luar jam yang sudah disepakati

Tetapkan batas pribadi dan profesional dengan tegas. Tinggalkan pekerjaan pada hari libur. Bahkan kalau perlu, matikan notifikasi chat. Ini agar kamu bisa menikmati masa di luar jam kerja dengan maksimal. Selain itu, hindari mengambil pekerjaan tambahan jika pekerjaan utama bahkan belum rampung.

4. Paham bahwa tak semua hal bisa dikendalikan

Dalam banyak kondisi, perawat harus berkompromi dengan situasi di tempatnya bekerja. Seperti kekurangan personel memaksa untuk memperpanjang jam kerja. Tapi ini bisa diatasi dengan mengambil day off. Selain itu, rekan kerja yang cocok tak bisa dipilih. Jalan keluar dari masalah tersebut adalah komunikasi yang jelas dan efektif.

5. Berkomunikasi dengan jelas dan efektif

Melanjutkan poin sebelumnya, komunikasi bisa membuat seorang perawat stres. Ini terjadi karena mereka berinteraksi dan berbagi informasi dengan dokter, sesama perawat, teknisi alat medis, pasien dan keluarganya. Atasi dengan mengutamakan komunikasi langsung secara dua arah yang sederhana (face to face).

6. Perhatikan pola makan sehat dan olahraga

Hindari makanan berlemak, asin dan manis, termasuk makanan cepat saji. Utamakan camilan sehat, serta buah-buahan. Sebab salah satu cara menjaga stres adalah dengan menjaga asupan nutrisi. Tak lupa, upayakan olahraga teratur minimal 30 menit sehari.

Nah, itu tadi penyebab dan kiat-kiat mencegah kondisi "burnout." Semoga kiat-kiat ini bisa membantu kamu, ya!

Twitter