Pencarian

A-Z tentang Tekanan Darah: Definisi, Cara Mengukur, dan Jenis Gangguannya

post-title

Sebagai perawat, memahami tekanan darah adalah hal yang sangat penting dalam praktek keperawatan sehari-hari. Tekanan darah adalah salah satu parameter vital yang memberikan gambaran mengenai kesehatan seseorang, dan perubahan dalam tekanan darah dapat menjadi petunjuk awal terhadap kondisi medis yang serius.

Dalam artikel ini, kami akan memberikan rangkuman penting tentang tekanan darah yang harus diketahui oleh para perawat. Kami akan menjelaskan definisi tekanan darah, jenis-jenis tekanan darah, dan bagaimana mengukur serta memahami hasil pengukuran tekanan darah.

Apa Itu Tekanan Darah?

Seperti yang sejawat ketahui, tekanan darah bukanlah tekanan dirasakan secara langsung, tetapi merupakan tekanan dalam sistem pembuluh darah. Sistem vaskular mengacu pada arteri dan vena yang terdapat dalam tubuh. Ketika kita berbicara tentang tekanan darah sistemik, kita secara khusus merujuk pada tekanan dalam arteri.

Tekanan ini naik secara sementara setiap kali jantung berdetak, dan kemudian turun di antara detak jantung berikutnya.

Tekanan dalam arteri saat jantung berdetak atau berkontraksi disebut sebagai tekanan darah sistolik. "Sistolik" merujuk pada periode saat jantung berdetak. Tekanan darah sistolik tidak pernah lebih rendah dari tekanan darah diastolik.

Ketika jantung tidak sedang berdetak, tekanan darah "beristirahat" dan kembali ke tingkat normalnya yang disebut sebagai tekanan darah diastolik. Tekanan darah diastolik tidak boleh mencapai angka 0. Oh iya, tekanan darah ini diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

Seperti Apa Tekanan Darah Normal?

Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, tekanan darah sistolik adalah tekanan yang terjadi selama kontraksi jantung, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan di antara detak jantung. Ketika membaca hasil pengukuran tekanan darah, terdapat dua angka yang muncul: angka di atas dan angka di bawah. Angka di atas merupakan tekanan darah sistolik, sedangkan angka di bawah merupakan tekanan darah diastolik.

Rentang tekanan darah sistolik yang normal adalah antara 100-120 mmHg, sedangkan rentang tekanan darah diastolik yang normal adalah antara 60-80 mmHg. Meskipun secara tradisional angka 120/80 mmHg dianggap sebagai "standar emas" untuk tekanan darah, namun sekarang direkomendasikan untuk menjaga tekanan darah di bawah 120/80 mmHg.


Baca Juga :

Tourniquet Test (Rumple-Leede Test) : Pengertian dan Prosedur Kerjanya

Mengukur Central Venous Pressure: Dari Indikasi sampai Peran Perawat


Apa Saja Cara untuk Mengukur Tekanan Darah?

Mengukur tekanan darah dilakukan pada pasien di rumah sakit, di kantor rawat jalan, dan hampir di setiap area perawatan pasien. Saat ini, mesin sudah mulai bisa melakukan sebagian besar pekerjaan. Tapi, perawat tetap berperan penting untuk memiliki keterampilan dalam memeriksa tekanan darah secara manual.

Secara umum, terdapat tiga metode utama untuk memeriksa tekanan darah seseorang :

1. Tekanan Darah Manual

Tekanan darah manual diperiksa menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Stetoskop ditempatkan di atas arteri brakialis, sementara manset ditempatkan di lengan pasien. Manset kemudian dipompa hingga mencapai tekanan sekitar 160 atau 180 (kecuali pada kasus tekanan darah yang sangat tinggi).

Kemudian, tekanan manset secara perlahan dilepaskan saat kita mendengarkan bunyi Korotkoff pada arteri brakialis. Tekanan darah sistolik diidentifikasi melalui bunyi klik Korotkoff pertama, sedangkan tekanan darah diastolik dicatat saat bunyi Korotkoff tidak lagi terdengar.

2. Tekanan Darah Otomatis

Tekanan darah otomatis diukur menggunakan mesin, seperti Dinamap portabel atau monitor samping tempat tidur. Mesin ini pada dasarnya melakukan pengukuran tekanan darah secara otomatis, mirip dengan metode manual.

Alat ini dilengkapi dengan sensor yang mendeteksi osilasi kecil dari denyut nadi pasien. Ketika denyut nadi tidak terdeteksi, itu menunjukkan tekanan darah sistolik, dan saat denyut nadi muncul kembali, itu menunjukkan tekanan darah diastolik.

3. Tekanan Darah A-Line (Arteri)

Jalur arteri sering ditempatkan di ICU untuk memantau tekanan darah dengan ketat. Metode ini merupakan cara yang paling akurat untuk mengukur tekanan darah karena pengukurannya dilakukan secara langsung oleh sensor di dalam arteri, bukan secara tidak langsung seperti metode-metode sebelumnya. Dengan menggunakan jalur arteri, perubahan tekanan darah dapat diamati secara real-time.

Bagaimana dengan Mean Arterial Pressure (MAP)?

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah angka yang menggambarkan tekanan rata-rata dalam arteri selama satu siklus denyut jantung. Untuk mengukur MAP, Anda dapat menggunakan formula matematis atau menggunakan peralatan monitor tekanan darah yang terhubung ke pasien. Berikut adalah dua metode yang umum digunakan :

1. Metode Matematis

- Ambil dua pembacaan tekanan darah pasien, yaitu tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan darah diastolik (DBP).

- Gunakan formula matematis MAP: MAP = DBP + (SBP - DBP) / 3.

- Contohnya, jika pasien memiliki tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 mmHg, maka :

MAP = 80 + (120 - 80) / 3 = 80 + 40 / 3 = 80 + 13.3 = 93.3 mmHg.

2. Monitor Tekanan Darah

- Gunakan monitor tekanan darah yang terhubung ke pasien.

- Monitor akan memberikan pembacaan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan MAP secara otomatis.

- Monitor akan menghitung MAP berdasarkan algoritma yang diatur di dalamnya.

Penting untuk diingat bahwa mengukur MAP secara akurat memerlukan peralatan yang tepat dan pengetahuan dalam menggunakan peralatan tersebut. Sebagai perawat, pastikan Anda mengikuti pedoman dan pelatihan yang relevan dalam pengukuran tekanan darah dan MAP.

Apa Penjelasan Rinci tentang Hipertensi?

Hipertensi, juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, punya bermacam-macam jenis. Meskipun sering dianggap sebagai "tidak terlalu serius", itu sebenarnya merupakan pembunuh diam-diam yang dapat memberikan tekanan besar pada jantung, pembuluh darah, dan ginjal.

Seiring berjalannya waktu, kerusakan pada organ-organ ini menjadi semakin jelas, meningkatkan risiko pasien terkena penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan lainnya.

Alasan lain mengapa penyakit ini disebut pembunuh diam-diam adalah karena sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, meskipun tanpa gejala, bukan berarti tidak berbahaya, terutama dalam jangka panjang.

Dalam bidang kedokteran, kami menggunakan pedoman JNC8 untuk mengklasifikasikan dan mengelola hipertensi.

Tingkatan tekanan darah sendiri meliputi :

- Normal: < 120/80 mmHg

- Hipertensi Tahap 1: 130–140/80–89 mmHg

- Hipertensi Tahap 2: > 140/90 mmHg

Hipertensi dapat bersifat kronis atau akut. Penting juga untuk mengetahui apakah pasien mengalami gejala seperti nyeri dada, sesak napas, sakit kepala, dan sebagainya.

Terdapat tiga jenis utama hipertensi yang akan kita bahas, yaitu :

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer, sebelumnya dikenal sebagai hipertensi esensial, adalah kondisi hipertensi kronis yang tidak memiliki penyebab yang jelas, namun diduga melibatkan faktor genetik, pola makan, dan gaya hidup. Ini adalah jenis hipertensi yang paling umum didiagnosis saat seseorang memiliki tekanan darah tinggi. Faktor risikonya termasuk :

- Penuaan

- Kelebihan berat badan

- Riwayat keluarga penderita hipertensi

- Pola makan tinggi natrium

- Konsumsi alkohol berlebihan

- Gaya hidup yang tidak aktif

2. Hipertensi Darurat

Hipertensi darurat terjadi ketika tekanan darah sangat tinggi, yaitu > 180/110 mmHg, dan terdapat bukti kerusakan organ. Pasien harus mengalami setidaknya satu dari tanda atau gejala berikut :

- Nyeri dada atau sesak napas

- Edema paru-paru

- Sakit kepala parah, kejang, atau kebingungan

- Peningkatan kadar troponin

- Cedera ginjal akut (peningkatan kadar kreatinin)

3. Hipertensi Urgensi

Hipertensi urgensi terjadi ketika tekanan darah sangat tinggi, yaitu > 180/110 mmHg, tetapi tidak ada bukti kerusakan organ (tidak adanya gejala atau kelainan laboratorium). Meskipun tidak terdapat tanda-tanda kerusakan organ, pasien berisiko mengalami kerusakan organ atau stroke.

Pengobatan Hipertensi

Pengobatan hipertensi sering kali dilakukan secara tidak agresif, dan sering melibatkan perubahan bertahap yang lambat dalam rencana pengobatan di lingkungan rawat jalan. Tapi, jika pasien mengalami gejala, perlu diberikan obat penurun tekanan darah.

Penting untuk memeriksa tekanan darah pasien di rumah, karena seringkali tekanan darah mereka lebih tinggi dalam pengaturan perawatan darurat dan mendesak, dan fenomena "hipertensi jas putih" (tinggi di rumah sakit, tapi normal saat di rumah) sering terjadi.

Beberapa jenis obat oral yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah meliputi :

- ACE Inhibitor seperti Lisinopril

- ARB seperti Losartan

- Bloker saluran kalsium seperti Amlodipine

- Beta-blocker seperti Labetalol

- Diuretik seperti Hydrochlorothiazide

- Alpha-blocker seperti Clonidine

Dalam kasus urgensi hipertensi atau ketika pasien berada di rumah sakit, terkadang mungkin diperlukan pemberian obat melalui jalur intravena (IV), antara lain :

- Hidralazin IV

- IV Cardizem atau Nicardipine

- IV Labetalol

- Lopresor IV (metoprolol)

Secara umum, penurunan tekanan darah tidak boleh dilakukan terlalu cepat. Pada kasus yang parah, tujuannya adalah untuk menurunkan MAP sebesar 10-20% dalam satu jam pertama, dan kemudian 5-15% tambahan dalam 24 jam berikutnya. Secara umum, tekanan darah harus turun di bawah 180/120 dalam satu jam pertama, dan di bawah 160/110 setelah 24 jam.

Menurunkan tekanan darah terlalu cepat dapat menyebabkan kerusakan iskemik pada pasien yang telah memiliki tekanan darah yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Meskipun memiliki tekanan darah tinggi secara umum berbahaya, menurunkannya terlalu cepat juga dapat menyebabkan kerusakan.

Lantas Seperti Apa Hipotensi?

Hipotensi merujuk pada tekanan darah yang terlalu rendah. Tekanan darah rendah didefinisikan sebagai tekanan di bawah 100/60 mmHg. Tapi, seringkali hipotensi tidak dianggap sebagai masalah yang serius sampai mencapai angka di bawah 90/50 mmHg.

Pasien dengan tubuh kecil dan kurus mungkin memiliki batas tekanan darah rendah yang lebih rendah secara alami. Penting untuk diingat bahwa jika MAP kurang dari 65 mmHg, pasien berisiko mengalami iskemia jaringan dan kerusakan organ.

Tekanan darah rendah seringkali merupakan tanda yang serius, terutama dalam konteks rumah sakit. Beberapa penyebab umum hipotensi meliputi :

1. Sepsis

Sepsis adalah respons sistemik yang parah terhadap infeksi. Pasien dengan sepsis dapat mengalami hipotensi yang persisten meskipun telah menerima cairan resusitasi yang memadai (bolus 30ml/kg). Mereka biasanya membutuhkan penggunaan vasopresor melalui jalur intravena, pemakaian jalur sentral, pemberian antibiotik intravena, dan perawatan di unit perawatan intensif (ICU).

2. Anafilaksis

Anafilaksis adalah jenis syok distributif yang terjadi akibat reaksi alergi yang parah. Pelepasan mediator inflamasi menyebabkan vasodilatasi sistemik yang luas, pembengkakan, dan hipotensi. Penanganan anafilaksis meliputi pemberian steroid intravena, antihistamin, dan kadang-kadang epinefrin.

3. Pendarahan

Hipotensi terjadi ketika pasien kehilangan jumlah darah yang cukup. Pasien dalam kondisi ini membutuhkan transfusi darah darurat, biasanya dengan jenis darah O negatif yang belum dicocokkan.

4. Serangan jantung

Syok kardiogenik terjadi ketika jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini bisa terjadi pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat atau bradikardia.

5. Obat / Pengobatan

Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, terutama jika dosisnya tidak tepat atau jika obat tersebut beracun. Beberapa obat lain memiliki efek samping hipotensi, seperti amiodarone.

6. Insufisiensi adrenal

Pasien dengan riwayat insufisiensi adrenal sering membutuhkan dosis steroid saat menghadapi situasi stres untuk menjaga tekanan darah mereka.

7. Dehidrasi parah

Hipotensi terjadi saat dehidrasi sudah parah. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan ketoasidosis diabetik atau diabetes insipidus, atau pada kondisi lain yang menyebabkan dehidrasi.

Pengobatan Hipotensi

Pengobatan hipotensi melibatkan penanganan penyebab yang mendasarinya, tetapi umumnya melibatkan dua langkah berikut :

- Bolus cairan intravena: untuk meningkatkan volume darah.

- Vasopresor: untuk menyempitkan pembuluh darah.

Jika pemberian bolus cairan tidak meningkatkan tekanan darah, atau jika tekanan darah turun kembali setelah bolus cairan selesai, pasien mungkin memerlukan penggunaan vasopresor di unit perawatan intensif (ICU).

Tergantung pada penyebab hipotensi, perlu dilakukan penanganan terhadap penyebab yang mendasarinya, termasuk transfusi darah untuk kehilangan darah, pemberian antibiotik dan cairan untuk sepsis, serta pemberian steroid untuk krisis adrenal.

Apa Masih Ada Hal yang Harus Diperhatikan?

Sejawat akan menghadapi banyak pasien dengan masalah tekanan darah tinggi atau rendah. Mengelola tanda-tanda vital adalah bagian penting dari tugas sebagai perawat, sehingga memahami cara mengelola tekanan darah sangatlah penting. Tapi ingat saja beberapa catatan penting ini :

1. Periksa Tekanan Darah

Selalu periksa kembali tekanan darah pasien. Jika terlihat tidak wajar, lakukan pemeriksaan tekanan darah secara manual. Penyedia layanan kesehatan mungkin meminta sejawat untuk melakukannya.

2. Selalu Tanyakan tentang Gejala

Apabila tekanan darah pasien tinggi atau rendah, selalu tanyakan apakah mereka mengalami gejala tertentu. Fokus pada gejala seperti sakit kepala, nyeri dada, sesak napas, pusing, denyut jantung yang tidak teratur, sinkop, dan lain sebagainya.

3. Amati Perkembangan Tekanan Darah

Ingatlah bahwa tekanan darah tinggi tidak boleh dikoreksi secara terlalu cepat. Perhatikan tren tekanan darah sebelumnya. Jangan panik jika tekanan darah tinggi kecuali pasien memiliki gejala yang signifikan. Lebih perhatikan tekanan darah rendah.

Dengan memahami konsep-konsep ini, perawat dapat mengelola tekanan darah pasien dengan lebih efektif dan merespons dengan tepat terhadap setiap situasi yang mungkin timbul terkait tekanan darah pasien.


Referensi :

Kelly, W. (2023, March 23). Blood pressure crash course for nurses. Health And Willness. https://healthandwillness.org/blood-pressure/ 

Magder, S. (2018). The meaning of blood pressure. Critical Care, 22(1). https://doi.org/10.1186/s13054-018-2171-1 

Muntner, P., Shimbo, D., Carey, R. M., Charleston, J. B., Gaillard, T., Misra, S., Myers, M. G., Ogedegbe, G., Schwartz, J. E., Townsend, R. R., Urbina, E. M., Viera, A. J., White, W. B., & Wright, J. T. (2019). Measurement of blood pressure in humans: A scientific statement from the American Heart Association. Hypertension, 73(5). https://doi.org/10.1161/hyp.0000000000000087 

Desai, A. N. (2020). High blood pressure. JAMA, 324(12), 1254. https://doi.org/10.1001/jama.2020.11289 

Hardy, S. T., Sakhuja, S., Jaeger, B. C., Oparil, S., Akinyelure, O. P., Spruill, T. M., Kalinowski, J., Butler, M., Anstey, D. E., Elfassy, T., Tajeu, G. S., Allen, N. B., Reges, O., Sims, M., Shimbo, D., & Muntner, P. (2021). Maintaining normal blood pressure across the life course. Hypertension, 77(5), 1490–1499. https://doi.org/10.1161/hypertensionaha.120.16278 

Lin, J. D., Chen, Y. L., Wu, C. Z., Hsieh, C. H., Pei, D., Liang, Y. J., & Chang, J. B. (2016). Identification of Normal Blood Pressure in Different Age Group. Medicine, 95(14), e3188. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000003188

Ogedegbe, G., & Pickering, T. (2010). Principles and techniques of blood pressure measurement. Cardiology clinics, 28(4), 571–586. https://doi.org/10.1016/j.ccl.2010.07.006

Schutte, A. E., Kollias, A., & Stergiou, G. S. (2022). Blood pressure and its variability: Classic and novel measurement techniques. Nature Reviews Cardiology, 19(10), 643–654. https://doi.org/10.1038/s41569-022-00690-0 

Kandil, H., Soliman, A., Alghamdi, N. S., Jennings, J. R., & El-Baz, A. (2023). Using mean arterial pressure in hypertension diagnosis versus using either systolic or diastolic blood pressure measurements. Biomedicines, 11(3), 849. https://doi.org/10.3390/biomedicines11030849 

Twitter