Campak ternyata menjadi momok baru di Indonesia sejak akhir tahun lalu. Sudah ada lebih dari 10 provinsi yang menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap campak.
"Jumlah KLB campak sampai dengan Desember 2022 sebanyak 12 provinsi, dari 31 provinsi yang melaporkan," ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, seperti dilansir Antara pada Kamis lalu (19/1/2023).
Rinciannya yakni sebagai berikut :
Aceh : Kabupaten Bireun.
Sumatera Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kota Medan, Kabupaten Batu Bara, dan Kabupaten Serdang Bedagai.
Sumatera Barat : Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok, Kota Padang, Kota Sawah Lunto, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang.
Riau : Kota Pekanbaru, Kota Dumai.
Jambi : Kabupaten Bungo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Banten : Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Pandeglang.
Jawa Barat : Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat.
Jawa Tengah : Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali.
Jawa Timur : Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sumenep.
Kalimantan Utara : Kabupaten Nunukan.
Nusa Tenggara Timur : Kabupaten Sumba Timur.
Papua : Kabupaten Mimika.
Menurut Nadia, kasus campak ini dialami oleh pasien dari hampir semua umur. Sejak akhir 2022, pihaknya menerima laporan 3.341 kasus campak yang terkonfirmasi laboratorium di 223 kabupaten/kota di 31 provinsi.
Ternyata, peningkatan jumlah kasus hingga 32 kali lipat ini disebabkan oleh cakupan imunisasi campak sepanjang tahun 2020-2022 yang tak mencapai target, atau dengan kata lain, turun signifikan. Ini dijelaskan oleh Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, dalam sesi konferensi pers daring pada Jumat silam (20/1/2023).
Selama dua tahun tersebut, fokus layanan kesehatan memang tertuju pada penanganan pasien dan pencegahan penyebaran pandemik COVID-19.
"Sebagian besar kasus (campak) pada 2022 sebagian besar tidak pernah diimunisasi dan beberapa ada yang sudah diimunisasi, tetapi tidak lengkap," kata dr. Prima.
Berdasarkan laporan Kemenkes, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi mengalami penurunan peserta pada angka 84 persen dari target imunisasi sebanyak 92 persen.
Imunisasi campak diberikan bersamaan dengan vaksin rubella dalam satu paket vaksin Campak-Rubella yang diberikan pada tiga kali suntikan, yaitu pada umur 9 bulan, 18 bulan dan pada anak setara kelas 1 SD/MI/sederajat.
Penyakit campak disebabkan oleh virus yang dapat ditularkan melalui batuk dan bersin dari satu penderita ke orang lain. Kemenkes saat ini mengimbau agar masyarakat mewaspadai penyakit tersebut dengan memahami karakteristik gejala yang timbul.
Gejala campak sendiri adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan atau pilek dan atau konjungtivitis yang dapat berujung pada komplikasi berupa pneumonia, diare dan meningitis.
"Anak-anak yang tidak mendapat imunisasi ini tentu akan menyebabkan risiko makin besar terhadap penyakit yang bisa dicegah melalui imunisasi, termasuk tadi khawatirnya adalah campak, campak yang paling cepat menular," terang dr. Prima.
Penetapan KLB sendiri diberlakukan jika sudah ada minimal dua kasus di suatu daerah, terkonfirmasi secara laboratorium, dan ada keterkaitan epidemiologi antarkasus tersebut.