Pencarian

Panduan Singkat Termoregulasi Tidak Efektif Menurut SDKI

post-title

Konsep Dasar

Termoregulasi tidak efektif adalah diagnosis keperawatan khusus yang menggambarkan ketidakmampuan tubuh mempertahankan suhu dalam batas normal. Dengan kode D.0149 pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnosis ini termasuk kategori lingkungan dengan fokus keamanan dan proteksi.

Artikel ini akan membahas diagnosis termoregulasi tidak efektif secara komprehensif tapi mudah dipahami, meliputi :

- Identifikasi tanda dan gejala

- Teknik penulisan diagnosis

- Penetapan luaran keperawatan

- Pemilihan intervensi tepat

Tujuannya adalah memberikan pemahaman praktis kepada tenaga kesehatan dalam menangani gangguan termoregulasi pada pasien.

Tanda dan Gejala

Untuk menetapkan diagnosis termoregulasi tidak efektif, perawat perlu memastikan bahwa pasien menunjukkan tanda dan gejala berikut :

Data Subjektif (DS) :

Tidak tersedia

Data Objektif (DO) :

- Kulit terasa dingin atau hangat

- Menggigil

- Suhu tubuh yang tidak stabil atau fluktuatif

Apabila data di atas tidak ditemukan pada pasien, perawat sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan adanya masalah lain yang tercantum dalam daftar diagnosis keperawatan atau diagnosis lain yang termasuk dalam subkategori keamanan dan proteksi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Etiologi dalam diagnosis keperawatan merujuk pada faktor-faktor yang memengaruhi perubahan kondisi kesehatan pasien. Faktor-faktor ini digunakan oleh perawat untuk melengkapi bagian "berhubungan dengan ..." dalam struktur diagnosis keperawatan.

Berikut adalah etiologi yang dapat menyebabkan masalah termoregulasi tidak efektif :

- Stimulasi pada pusat termoregulasi di hipotalamus

- Perubahan suhu lingkungan

- Penyakit tertentu (contoh : infeksi)

- Proses penuaan

- Dehidrasi

- Penggunaan pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan

- Peningkatan kebutuhan oksigen

- Perubahan dalam laju metabolisme

- Suhu lingkungan yang ekstrem

- Kekurangan lemak subkutan

- Berat badan yang tidak normal (terlalu rendah atau terlalu tinggi)

- Efek obat farmakologis (contoh : sedasi)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini termasuk dalam kategori diagnosis keperawatan aktual, sehingga ditulis menggunakan metode tiga bagian, yaitu :

[Masalah] + [Penyebab] + [Tanda/Gejala]

Contoh :

Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan infeksi dibuktikan dengan kulit dingin, menggigil, dan suhu tubuh yang fluktuatif.

Jika dirumuskan secara lebih ringkas, formatnya menjadi :

Termoregulasi tidak efektif b.d infeksi d.d kulit dingin, menggigil, suhu tubuh fluktuatif.

Keterangan :

- Masalah = Termoregulasi tidak efektif

- Penyebab = Infeksi

- Tanda/Gejala = Kulit dingin, menggigil, suhu tubuh fluktuatif

- b.d = Berhubungan dengan

- d.d = Dibuktikan dengan

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis termoregulasi tidak efektif adalah: "termoregulasi membaik." Dalam SLKI, termoregulasi membaik memiliki kode L.14134, yang merujuk pada kondisi di mana tubuh mampu mengatur suhu agar tetap dalam rentang normal.

Kriteria hasil yang menunjukkan bahwa termoregulasi telah membaik meliputi :

- Menggigil berkurang

- Suhu tubuh kembali normal

- Suhu kulit kembali normal

Saat menulis luaran keperawatan, perawat perlu memastikan format penulisan terdiri dari 3 komponen berikut :

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil]

Contoh :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :

- Menggigil berkurang

- Suhu tubuh membaik

- Suhu kulit membaik

Penjelasan :

- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, termoregulasi

- Ekspektasi = Membaik

- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil: menggigil berkurang, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik.

Intervensi

Dalam merumuskan intervensi yang akan diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi tersebut mampu mengatasi penyebab masalah. Apabila penyebabnya tidak dapat diatasi secara langsung, maka intervensi yang dipilih harus dapat menangani tanda dan gejala yang muncul.

Selain itu, perawat perlu memastikan bahwa intervensi tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi luaran keperawatan. Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis termoregulasi tidak efektif adalah "regulasi temperatur."

Regulasi Temperatur (I.14578)

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi regulasi temperatur diberi kode I.14578. Regulasi temperatur adalah upaya yang dilakukan oleh perawat untuk menjaga suhu tubuh pasien tetap berada dalam rentang normal.

Berikut adalah tindakan yang termasuk dalam intervensi regulasi temperatur berdasarkan SIKI :

1. Observasi

- Memantau suhu tubuh bayi hingga stabil (36,5–37,5°C).

- Mengawasi suhu tubuh anak setiap 2 jam, jika diperlukan.

- Memeriksa tekanan darah, frekuensi napas, dan denyut nadi.

- Memantau warna serta suhu kulit pasien.

- Mencatat tanda-tanda hipotermia atau hipertermia.

2. Terapeutik

- Memasang alat pemantau suhu tubuh secara kontinu, jika diperlukan.

- Meningkatkan asupan cairan dan nutrisi yang cukup.

- Segera membedong bayi setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas.

- Membungkus bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dengan plastik (misalnya bahan polyethylene atau polyurethane) segera setelah lahir.

- Menggunakan topi bayi untuk mengurangi kehilangan panas pada bayi baru lahir.

- Menempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer.

- Menjaga kelembapan inkubator minimal 50% untuk mencegah kehilangan panas akibat evaporasi.

- Menyesuaikan suhu inkubator dengan kebutuhan pasien.

- Menghangatkan bahan yang akan bersentuhan dengan bayi (misalnya selimut, kain bedong, atau stetoskop).

- Menghindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau area berisiko terkena aliran udara seperti pendingin ruangan atau kipas angin.

- Menggunakan matras penghangat, selimut hangat, atau pemanas ruangan untuk meningkatkan suhu tubuh, jika diperlukan.

- Menggunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack, gel pad, atau intravascular cooling catheterization untuk menurunkan suhu tubuh.

- Menyesuaikan suhu lingkungan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Edukasi

- Memberikan penjelasan mengenai pencegahan heat exhaustion dan heat stroke.

- Menjelaskan cara mencegah hipotermia akibat paparan udara dingin.

- Mendemonstrasikan teknik Perawatan Metode Kangguru (PMK) untuk bayi BBLR.

4. Kolaborasi

Berkoordinasi dalam pemberian antipiretik, jika diperlukan.


Referensi : 

- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Twitter