Pencarian

Penjelasan 12 Saraf Kranial dan Gangguannya, Perawat Wajib Tahu!

post-title

Evaluasi saraf kranial merupakan bagian penting dari pemeriksaan neurologis karena adanya korelasi antara kelainan pada saraf kranial dengan patologi neurologis serius. Oleh karena itu, penting bagi perawat, praktisi perawat, dan profesional medis lainnya untuk memahami cara menguji saraf kranial dan makna dari kelainan yang terdeteksi. Hal ini menjadi sangat penting saat mengevaluasi potensi stroke baru.

Meskipun saraf kranial sering dianggap sebagai sesuatu yang dihafal hanya untuk ujian, namun pengetahuan mengenai saraf kranial sangat penting dalam menguji status neurologis pasien. Kelainan pada saraf kranial dapat mengindikasikan adanya lesi sentral seperti stroke, tumor, atau perdarahan.

Oleh karena itu, setiap perawat minimal harus memahami cara melakukan pengkajian dasar pada saraf kranial, terutama dalam mengevaluasi ketajaman penglihatan dan refleks cahaya pupil. Saat mengevaluasi stroke, Skala NIH dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan stroke dengan memandu kamu mengevaluasi banyak saraf kranial, tapi tidak semuanya.

1. Saraf Olfaktori (I)

Indra penciuman diatur oleh saraf olfaktori. Perubahan pada fungsi penciuman dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, mulai dari patologi intrakranial yang serius (seperti tumor otak, stroke, dan cedera otak traumatis), penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, atau Multiple Sclerosis, serta kondisi jinak dan sementara contohnya flu biasa.

Jika kedua cabang saraf penciuman mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan anosmia permanen (hilangnya penciuman) dan dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan ketidakmampuan untuk menikmati makanan. Individu yang lebih tua mungkin mengalami penurunan fungsi penciuman seiring bertambahnya usia, dan sekitar 75% dari orang yang berusia di atas 80 tahun dapat mengalami anosmia.

Saraf penciuman jarang diuji dalam perawatan akut seperti di rumah sakit, tapi kadang-kadang diuji di unit neurologi rawat jalan. Cara menguji saraf penciuman adalah dengan menutup satu lubang hidung pada satu waktu dan meminta pasien untuk mencium dan mengidentifikasi aroma umum seperti vanila, kayu manis, kopi, atau peppermint, dengan tidak menggunakan amonia atau alkohol karena dapat memicu reseptor saraf trigeminal intranasal dan melewati saraf penciuman.

2. Saraf Optikus (II)

Ini adalah saraf kranial kedua yang berfungsi sebagai penghubung antara retina dan lobus oksipital untuk penglihatan. Pengujian saraf optik sering dilakukan untuk mencari tahu masalah medis pasien, seperti kehilangan penglihatan sebagian atau seluruhnya yang disebabkan oleh kondisi seperti diabetes, patologi intrakranial, peradangan atau infeksi pada mata, dan toksisitas.

Terdapat tiga hal penting yang harus diperiksa dalam pengujian saraf optik, yaitu bidang visual, ketajaman visual, dan refleks cahaya pupil. Hemianopia parsial dan menyeluruh dapat dideteksi dengan menguji bidang visual menggunakan beberapa cara yang mudah. Ketajaman penglihatan dapat diuji dengan grafik mata Snellen chart atau dengan aplikasi di ponsel yang berfungsi serupa.

Refleks cahaya pupil menguji saraf kranial II dan III dengan memeriksa ukuran, bentuk, dan simetri kedua pupil. Kemudian, senter pena langsung diarahkan ke mata kanan dan kiri untuk memeriksa respons kedua mata.

3. Saraf Okulomotoris (III)

Saraf ini mengendalikan sebagian besar otot ekstraokular dan bertanggung jawab atas gerakan mata, kelopak mata, dan penyempitan pupil. Gangguan pada saraf okulomotor dapat menyebabkan pelebaran pupil, ptosis, dan deviasi mata ke luar.

Diplopia seringkali disebabkan oleh lesi unilateral pada saraf kranial ini dan biasanya sembuh dalam beberapa minggu hingga bulan. Penyebab kelumpuhan saraf okulomotor meliputi aneurisma intrakranial, iskemia mikrovaskuler pada penderita diabetes, dan trauma pada kepala.

Menguji saraf okulomotor melibatkan pengujian EOM (Extraocular Muscles, otot-otot ekstraokular), yang juga menguji saraf kranial IV dan VI, dengan mengamati gerakan mata simetris dan halus ke segala arah.

Kelumpuhan saraf konjugasi terjadi ketika kedua mata tidak dapat melihat ke arah tertentu, terutama arah horizontal, dan biasanya disebabkan oleh stroke di dalam atau di dekat batang otak. Refleks cahaya pupil juga digunakan untuk menilai saraf okulomotor.

Cara mengujinya adalah menempatkan jari atau pulpen sejauh dua kaki dari garis tengah mata pasien, kemudian meminta pasien untuk fokus pada objek tersebut dengan kedua matanya. Kemudian, arahkan jari atau pulpen ke arah kanan, kembali ke posisi tengah, lalu ke arah kiri, dan kembali lagi. Hal yang sama dapat dilakukan untuk gerakan naik dan turun, serta pada sudut diagonal kiri bawah dan kanan bawah. Ini dikenal sebagai "6 arah mata angin" yang perlu diuji untuk menilai kesehatan mata pasien.

Selama pengujian, pastikan bahwa gerakan mata pasien simetris, halus, dan dapat bergerak ke segala arah. Yang harus diperhatikan adalah nistagmus yang berlebihan pada setiap ekstremitas penglihatan. Nistagmus adalah gerakan mata yang berulang dan tidak terkendali.

Jika terdapat kelumpuhan saraf konjugasi, maka pasien tidak dapat melihat ke arah tertentu saat pengujian dilakukan, terutama pada arah horizontal. Kondisi ini biasanya terjadi akibat stroke di dalam atau di sekitar batang otak.

4. Saraf Trochlearis (IV)

Saraf kranial keempat, yakni saraf trochlear, mengendalikan otot oblik superior pada mata dan memungkinkannya bergerak ke bawah serta menghindari pergerakan bola mata ke atas. Gangguan pada saraf ini dapat menyebabkan pasien mengalami diplopia vertikal atau melihat benda-benda dalam keadaan miring. Kondisi ini biasanya muncul ketika pasien menatap ke bawah, seperti ketika menuruni tangga.

Pasien mungkin juga merasa lebih baik dengan memiringkan kepala untuk mendapat pengamatan visual yang lebih baik. Saat diperiksa, mata pasien akan melihat ke atas dan diputar ke luar. Tes untuk mengevaluasi saraf trochlear melibatkan penilaian gerakan ekstra-okular pada pasien seperti yang dijelaskan di atas.

5. Saraf Tringeminus (V)

Saraf kranial ke-5 yakni Saraf Trigeminal bertanggung jawab atas sensasi wajah dan gerakan otot-otot yang terlibat dalam menggigit dan mengunyah. Saraf ini memiliki tiga cabang utama, yaitu ophthalmic V1, maxillary V2, dan Mandibular V3. Jika akar saraf ini mengalami gangguan (terkompresi), maka bisa menyebabkan Trigeminal neuralgia, yang merupakan kondisi langka tapi sangat menyakitkan.

Pengujian dilakukan untuk mengetahui sensasi wajah pada pasien. Sentuh bagian dahi, pipi, dan dagu pada kedua sisi wajah dengan lembut dan tanyakan apakah mereka merasakan hal yang sama.

Jika pasien tak mau melakukannya, maka ujilah refleks kornea. Ini bisa dilakukan dengan meminta pasien melihat ke kanan dan kemudian menyentuh kornea di sisi kirinya dengan kapas. Pasien harus merespons dengan berkedip. Tes ini dilakukan pada kedua sisi wajah.

6. Saraf Abdusen (VI)

Saraf kranial ke-6 ini berfungsi untuk menggerakkan otot rektus lateral pada mata sehingga memungkinkan gerakan mata ke arah luar. Ketika seseorang mengalami gangguan pada saraf ini, maka gerakan mata ke arah luar tidak dapat dilakukan dan dapat menyebabkan terjadinya penglihatan ganda yang lebih buruk pada jarak jauh, yang disebut sebagai diplopia horizontal.

Seringkali, saraf abdusen menjadi saraf yang pertama yang terkena tekanan meningkat pada bagian dalam tengkorak (ICP). Tapi, ada banyak faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada saraf ini, seperti penyakit pembuluh darah (seperti diabetes, hipertensi, atau aterosklerosis) atau trauma.

Untuk menguji kondisi saraf abdusen, dapat dilakukan uji EOM seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

7. Saraf Fasialis (VII)

Ini dia saraf kranial ke-7, yang bertanggung jawab untuk mengendalikan otot-otot yang terlibat dalam ekspresi wajah dan sensasi di bagian depan lidah. Kelumpuhan saraf wajah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari Bell's palsy sebagai yang paling umum terjadi, stroke, penyakit Lyme, trauma, atau diabetes.

Untuk mengevaluasi fungsi saraf wajah, tes dapat dilakukan dengan menilai ekspresi wajah pasien. Pasien diminta untuk menutup mata rapat, kemudian membuka mata, dan menggerakkan otot dahi untuk mencari kesimetrisan. Selanjutnya, pasien diminta untuk tersenyum dan memperhatikan apakah ada kondisi asimetri pada otot wajah.

8. Saraf Vestibucochlearis (VIII)

Biasa juga disebut sebagai saraf vestibular pendengaran, bertanggung jawab pada pendengaran dan keseimbangan. Gangguan dapat terjadi ketika saraf mengalami peradangan dan gejala yang mungkin terjadi termasuk vertigo, rasa pening, dan kesulitan menyeimbangkan, yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.

Untuk menguji Saraf Vestibulocochlear, yang diuji adalah pendengaran dan keseimbangan. Untuk menguji pendengaran, seseorang dapat memegang jari-jari mereka beberapa inci dari telinga dan menggosoknya bersama-sama. Jika pasien dapat mendengar suara gesekan, maka pengujian dianggap berhasil. Bisa juga menggunakan Rinne test dan Webber test.

Sementara itu, untuk menguji keseimbangan, pasien akan diminta untuk berjalan. Penyakit nistagmus juga dapat menunjukkan disfungsi vestibular, meskipun pengujian saraf vestibulocochlear tidak dilakukan secara rutin di rumah sakit.

9. Saraf Glosofaringeus (IX)

Saraf Glosofaringeus bertanggung jawab atas sensasi rasa dan faring, serta refleks muntah. Jika saraf ini rusak, dapat menyebabkan hilangnya rasa pada sebagian lidah dan kesulitan menelan.

Ada beberapa cara untuk menguji Saraf Glosofaringeus, yaitu dengan mengamati gerakan palatal pasien saat menguap atau berkata "ahh" untuk menilai kesimetrisan langit-langit, menguji refleks muntah, dan memperhatikan disartria atau kelainan bicara pada pasien. Pengujian refleks muntah biasanya tidak diperlukan dalam pengaturan klinis dan perlu diingat bahwa sekitar 20% orang tidak memiliki refleks muntah pada awalnya.

Jika terdapat kelainan pada gerakan palatal atau disartria, dapat mengindikasikan adanya masalah pada saraf IX, X, atau XII.

10. Saraf Vagus (X)

Saraf vagus, yang menginervasi organ-organ seperti jantung, paru-paru, saluran pencernaan, dan beberapa otot, memiliki peran penting dalam mengontrol detak jantung, motilitas sistem pencernaan, keringat, dan bicara. Selain itu, saraf vagus juga berkontribusi dalam refleks muntah bersama dengan saraf kranial IX.

Kelebihan stimulasi saraf vagal dapat menyebabkan penurunan detak jantung dan terjadinya sinkop vasovagal. Beberapa aktivitas yang dapat merangsang saraf vagus adalah mengejan, menahan napas, pijatan pada pembuluh darah karotis, atau situasi ketakutan atau stres yang ekstrem.

Untuk menguji saraf vagus, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah melalui refleks muntah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Di samping itu, terdapat stimulator saraf vagus yang dapat ditanamkan untuk membantu melambatkan penembakan neuron dalam otak dan membantu mengatasi kejang.

11. Saraf Asesoris (XI)

Saraf aksesori memiliki fungsi untuk menginervasi otot sternokleidomastoid dan trapezius, yang bertanggung jawab dalam memiringkan/memutar kepala serta mengangkat bahu. Saraf ini dapat mengalami kerusakan setelah operasi pada leher atau trauma dari benda tumpul.

Untuk menguji otot trapezius, dokter dapat meminta pasien untuk mengangkat kedua bahunya secara bersamaan dan memberikan tekanan ke bawah dengan kedua tangan, serta meminta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan.

Sedangkan untuk menguji sternokleidomastoid, dokter dapat meletakkan tangan di pipi pasien dan meminta mereka untuk memutar kepalanya melawan hambatan di setiap arah. Apabila terdapat kelemahan, hal ini menunjukkan bahwa otot di sisi yang berlawanan lebih lemah.

12. Saraf Hipoglosus (XII)

Ini adalah saraf yang mengontrol mayoritas gerakan lidah, dan bertanggung jawab terhadap kemampuan berbicara dan menelan. Penyebab kerusakan pada saraf ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh tumor, luka tembak, stroke, atau penyakit neurodegeneratif.

Pengujian fungsinya adalah dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya. Jika lidah menyimpang ke salah satu sisi, hal ini menunjukkan adanya disfungsi pada saraf hipoglosus di sisi deviasi. Selain itu, pasien juga dapat diminta untuk menggerakkan lidah dari sisi ke sisi dengan cepat. Dalam beberapa kasus, disartria dapat terjadi ketika pasien berbicara dan hal ini dapat menjadi tanda adanya masalah pada saraf ini.

Nah, itu tadi penjelasan tentang 12 saraf kranial yang harus diketahui perawat. Semoga bermanfaat, ya!


Referensi :

Romano, N., Federici, M., & Castaldi, A. (2019). Imaging of cranial nerves: A pictorial overview. Insights into Imaging, 10(1).

Marcus, E. M., Jacobson, S., & Sabin, T. D. (2014). The cranial nerves. Integrated Neuroscience and Neurology, 221–251.

Smith, B. E. (2018). Neurophysiology of cranial nerves I-XII. Journal of Clinical Neurophysiology, 35(1), 1–2.

Castillo, M. (2006). The cranial nerves. American Journal of Roentgenology, 186(2), 589–590.

Twitter