Pada tahun 1999, Institute of Medicine menyebut bahwa rata-rata ada 98.000 pasien meninggal setiap tahun akibat proses pengambilan keputusan yang buruk dalam perawatan. Padahal, kemampuan perawat untuk mengambil keputusan di masa genting (Clinical Decision-Making) sangat diperlukan.
Perawat sebagai pihak pertama yang selalu bersama pasien selama proses penanganan dan pemulihan memang harus bekerja sama dengan profesi lain dalam melaksanakan pekerjaannya. Tapi, merekalah yang pertama kali datang saat kondisi pasien mengalami penurunan drastis.
CDM sendiri erat kaitannya dengan situasi kritis dan genting. Sebab potensi yang terjadi adalah pasien terlambat mendapat bantuan hidup dasar, kondisinya akan semakin buruk, dan bisa berujung pada kematian pasien. Karena berurusan dengan nyawa, perawat harus langsung mengambil keputusan.
Namun, proses ini berpotensi melelahkan secara fisik dan mental sebab perawat bisa merawat lima atau lebih pasien yang berstatus gawat. Penelitian yang dilakukan T.K. Bucknall pada tahun 2000 mengidentifikasi tantangan lain perawat dalam mengaplikasikan CDM, seperti perawat harus membuat keputusan setiap 30 detik saat menangani pasien kritis.
Menurut Hawai'i Pacific University, CDM adalah pendekatan kolaboratif dengan sesama tenaga kesehatan untuk mempertimbangkan dan menentukan tindakan terbaik sekaligus meringankan proses analisis. Pengambilan keputusan klinis juga melibatkan pasien dan keluarga dalam prosesnya demi memenuhi kebutuhan mereka. Hal tersebut adalah sebuah siklus proses keperawatan yang harus dilakukan secara berurutan.
Dasar Pengambilan Keputusan
Berdasarkan hasil penelitian Nibbelink dan Brewer pada tahun 2018, perawat mendasarkan pengambilan keputusan mereka di masa genting pada empat hal yaitu :
1. Berdasarkan pengalaman
Pengalaman membawa pengaruh terbesar pada pengambilan keputusan dalam keperawatan perawatan akut. Pengalaman juga jadi faktor terkuat dalam pengembangan rasa percaya diri perawat, penggunaan memori dari alam bawah sadar untuk memandu pengambilan keputusan, dan menjadi dasar kolaborasi dengan rekan sejawat.
2. Berdasarkan standar/prosedur tetap yang sudah ada/aplikasi terkini
Sudah banyak metode yang bisa digunakan untuk mengasah skill CDM. Mulai dari Outcome Prioritization Tool (OPT) dan Virtual Simulation Game (VSG) yang interaktif. Generasi perawat kekinian yang sudah akrab dengan penggunaan teknologi akan lebih mudah membangun skill pengambilan keputusan klinis.
3. Berdasarkan pendidikan/teori yang dipelajari
Pendidikan yang dimaksud mengacu pada program formal, mulai dari bangku kuliah (Universitas atau Sekolah Tinggi) dan program pasca kelulusan yang dirancang untuk meningkatkan praktik keperawatan di unit klinis.
4. Berdasarkan pertimbangan orang yang lebih ahli
Kolaborasi dengan rekan berpengalaman dan lebih ahli juga bisa memengaruhi pengambilan keputusan perawat. Mereka memberi saran serta beberapa skenario kepada perawat yang akan mengambil keputusan.
Nibbelink dan Brewer menemukan bahwa pertimbangan rekan yang lebih ahli lebih sering dipertimbangkan. Bahkan, perawat lebih condong mengikuti informasi yang diberikan oleh rekan yang lebih ahli/berpengalaman ketimbang sumber informasi lainnya. Selain menghargai saran dari rekan yang berpengalaman, meminta saran kepada mereka disebut lebih efisien dalam situasi yang menuntut keputusan harus diambil dalam waktu singkat.
Yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Pengambilan Keputusan
Menurut Sylvie Grosjean pada tahun 2021, ada lima perkara yang juga harus diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan seorang perawat saat CDM yakni :
1. Proses mengambil keputusan tidak terjadi secara kebetulan. Ini adalah kombinasi dari pengalaman, ilmu, sikap tenang dan kemampuan berpikir kritis yang perlahan dikuasi seiring waktu.
2. Keputusan tak dihasilkan secara serampangan, tapi harus melalui sistematika tertentu. Mulai dari ketersediaan peralatan dan hal lain yang tersedia untuk melaksanakan keputusan, kemampuan personel yang tersedia, sikap otoritas tempat bekerja, situasi lingkungan internal dan eksternal yang bisa memengaruhi administrasi dan manajemen.
3. Masalah klien harus diketahui secara jelas, tak lagi sekadar menerka atau menebak yang bisa berakibat fatal.
4. Pemecahan masalah harus berdasar fakta-fakta yang dikumpulkan melalui proses sistematis.
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari sejumlah opsi alternatif dan sudah melalui analisis secara matang.
Dengan melatih perawat dalam proses pengambilan keputusan di masa kritis secara terus-menerus, maka kemampuan CDM mereka akan meningkat. Tapi, faktor kolaborasi dan sejauh mana pemahaman mereka saat menempuh pendidikan juga tak bisa disepelekan.
Referensi :
Nibbelink, C. W., & Brewer, B. B. (2018). Decision-making in nursing practice: An integrative literature review. Journal of clinical nursing, 27(5-6), 917–928.
Grosjean, S., Matte, F., & Nahon-Serfaty, I. (2021). “Sensory ordering” in nurses' clinical decision‐making: Making visible senses, sensing, and “sensory work” in the hospital. Symbolic Interaction, 44(1), 163–182.
Bucknall T. K. (2000). Critical care nurses' decision-making activities in the natural clinical setting. Journal of clinical nursing, 9(1), 25–35.
Rahayu, C. D., & Mulyani, S. (2020). Pengambilan Keputusan Klinis Perawat. Jurnal Ilmiah Kesehatan UNSIQ, 1(10).
Frank, B. (2016, August 7). Critical thinking and decision-making skills. Nurse Key. Retrieved December 15, 2022, from https://nursekey.com/critical-thinking-and-decision-making-skills/
Kurniawati, L. (2022, May 27). Trend baru clinical decision-making Oleh Perawat. GEOTIMES. Retrieved December 15, 2022, from https://geotimes.id/opini/trend-baru-clinical-decision-making-oleh-perawat/
Clinical decision-making in nursing practice. Hawaiʻi Pacific University Online. (2022, April 27). Retrieved December 15, 2022, from https://online.hpu.edu/blog/clinical-decision-making-in-nursing/